Bahaya! Investasi Bisa Terancam Bila Bandara H Asan Sampit Tak Segera Diselamatkan

Bandara H Asan Sampit
Bandara H Asan Sampit

”Jelas pengusaha sangat resah sekali. Karena bandara itu sentra utama bisnis. Kemajuan ekonomi suatu daerah bisa dilihat dari tingginya kunjungan bandara. Kalau bandaranya sepi, pengusaha juga berpikir panjang mau investasi di Kotim,” katanya.

Terkait layanan maskapai yang tidak beroperasi, secara tidak langsung menghambat rencana bepergian keluar kota.

Bacaan Lainnya

”Ya, mau bagaimana. Pengusaha tidak bisa berbuat banyak karena leading sektornya dan kebijakan ada di pemerintah. Pengusaha bisa memberikan support tetapi pengusaha juga berhitung,” ungkapnya.

Hal yang sama dialami Ari, pegawai di RSUD dr Murjani Sampit yang cukup sering bepergian keluar kota melewati Bandara Tjilik Riwut Palangka Raya.

”Saya ke Surabaya lewat Palangka Raya Rp1,4 juta. Kalau lewat Bandara Haji Asan Sampit tiket sampai Rp2,4 juta. Kalau harga tiket Sampit-Jakarta masih diharga wajar sekitar Rp1,4 juta. Kami berharap ada maskapai penerbangan baru sehingga harga tiket bisa bersaing dan masyarakat yang ingin bepergian keluar kota bisa punya pilihan mencari tiket yang lebih murah,” katanya.

Baca Juga :  Dulu Jadi Salah Satu Rute Terpadat, Kini Penerbangan ke Bandara H Asan Sampit Kian Lesu

Sementara itu mantan Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) Fadlian noor prihatin dengan kondisi transportasi udara di Kotim yang kian meredup.

Apa yang diperjuangkannya semasa memimpin Dinas Perhubungan Kotim ternyata tidak berkelanjutan.

”Salah satu indikator perkembangan suatu daerah adalah kondisi sektor perhubungan udara. Itu sudah pasti,” kata Fadlian noor kemarin.

Saat memimpin Dinas Perhubungan Kotim, dia secara konsisten mempertahankan penerbangan Sampit-Jakarta, Sampit-Surabaya, Sampit-Semarang, Sampit-Palangka Raya, Sampit-Banjarmasin, hingga ke Sampit-Pangkalan Bun-Ketapang-Pontianak.

Perlu kerja keras untuk menarik maskapai. Apalagi lahan bandara sempat  diklaim masyarakat sehingga harus berjuang agar bandara tetap bisa operasional.

“Tahun 2016 kita bersusah payah bisa membuat landing Sriwijaya Group dengan  Boeing 737 seri 500 dengan jumlah sheet 125. Juga ada Kalstar sehingga ada kemudahan transportasi udara saat itu. Kalau tidak ada pergerakan transportasi udara, rasanya seperti kabupaten itu mati,” ujarnya.



Pos terkait