SAMPIT, radarsampit.com – Ketua DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) Rimbun mendukung upaya penegakan hukum oleh Satgas Garuda Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang gencar melakukan penyitaan lahan milik perusahaan perkebunan.
”Kami mendukung kegiatan itu sebagai upaya penegakan hukum, sehingga ini betul-betul sesuai dengan tujuannya untuk kesejahteraan masyarakat dan negara,” kata Rimbun, Senin (10/3).
Rimbun yang turut hadir dalam pemasangan plang penyitaan di perusahaan perkebunan PT Agro Bukit, menilai Satgas PKH tidak main-main. Dia hanya berharap lahan yang disita dan dikelola negara membawa dampak positif untuk ekonomi masyarakat di wilayah itu.
”Kami berharap berapa bisa menyejahterakan masyarakat, khususnya mereka yang belum mendapatkan program plasma yang selama ini menjadi tuntutan masyarakat lokal,” katanya.
Rimbun berharap daerah diberikan kesempatan untuk mengelola lahan yang disita. Hal itu untuk mendapatkan PAD dari sektor tersebut. Dengan catatan, proses legalisasi dan perizinannya tetap diurus pemerintah daerah.
Di sisi lain, Rimbun mengatakan, keberadaan investor perkebunan tidak lepas dari ketidakjelasan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalteng yang sudah puluhan tahun mandek. Termasuk RTRWK Kotim. Akibatnya, investasi dinilai banyak melanggar dan ditertibkan.
Terkait lahan koperasi perkebunan yang juga ditarget satgas, Rimbun menegaskan, koperasi jangan berlindung di balik masyarakat. Pasalnya, ada sebagian koperasi yang hanya menguntungkan pengurusnya.
”Perusahaan jangan berlindung di balik koperasi dan koperasi juga jangan berlindung di balik masyarakat. Ada sebagian koperasi yang hanya memperkaya pengurus, sedangkan anggota hanya terima sedikit saat pembagian SHK,” ungkapnya.
Terpisah, Ketua Dewan Koperasi Indonesia Daerah Kotim Muhammad Abadi mempertanyakan langkah penetiban Satgas Garuda untuk lahan yang sudah disita. Sebab, tidak sedikit ada kelompok masyarakat yang justru ingin melancarkan aksi klaim lahan hingga panen massal.
”Harus ditegaskan, siapa pun yang masuk areal sitaan itu dianggap melanggar hukum dan harus ditindak. Kalau tidak seperti itu, akan memicu aktivitas panen massal ataupun pencurian massal hingga berujung penguasaan lahan dengan mengatasnamakan masyarakat,” ujarnya.