”Pekerja tetap melanjutkan aktivitasnya. Pabrik tetap beroperasi. Hanya manajemen yang diambil alih oleh pemerintah, sehingga keuntungan dari hasil perkebunan ini akan masuk ke negara untuk kesejahteraan rakyat, bukan lagi ke perusahaan ilegal,” tegasnya.
Ia juga meyakinkan para karyawan agar tidak khawatir, karena mereka tidak akan kehilangan pekerjaan, hanya pengelolanya yang berubah. ”Ini justru menguntungkan daerah dan akan membawa manfaat lebih besar bagi negara serta masyarakat,” katanya.
Komandan Satgas Garuda Mayjen TNI Yusman Madayun mengatakan, pemerintah telah mengantisipasi potensi dampak penertiban tersebut. Satgas bersama tim transisi menyiapkan langkah mitigasi untuk memastikan keberlanjutan usaha perkebunan dan perlindungan terhadap tenaga kerja.
”Satgas bekerja dengan penuh pertimbangan dan telah memikirkan dampak sosial serta ekonomi dari penyitaan lahan ini. Dengan adanya Tim Transisi, operasional perusahaan tetap berlangsung,” jelasnya, pekan lalu.
Masyarakat diharapkan tidak terprovokasi isu yang menyebutkan penyitaan tersebut akan berujung pada PHK massal. Pemerintah memastikan kebijakan ini telah dikaji secara matang agar tidak merugikan masyarakat, khususnya pekerja yang menggantungkan hidupnya pada sektor perkebunan sawit.
Meski demikian, hingga kini belum jelas mekanisme pergantian manajemen tersebut. Termasuk sistem lahan koperasi plasma yang ikut terimbas. Selama ini koperasi yang bermitra dengan perusahaan mengakomodir ribuan warga melalui sisa hasil kebun (SHK) yang diterima setiap bulan. (ang/ign)