”Program Merdeka Belajar telah mendorong peserta didik untuk terlibat aktif dalam pembelajaran dan kreativitas guru dalam mengatasi krisis pembelajaran,” ungkapnya.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Anindito Aditomo mengamini. Dia turut membeberkan sejumlah kebijakan utama yang telah diterapkan Kemendikbudristek untuk meningkatkan pemerataan pendidikan.
Di antaranya, distribusi sumber daya yang jauh lebih afirmatif melalui Kartu Indonesia (KIP), Program Indonesia Pintar (PIP), dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Lalu, kontekstualisasi kurikulum melalui Kurikulum Merdeka, akses pengembangan guru yang lebih demokratis melalui Platform Merdeka Mengajar (PMM), hingga desegregasi melalui zonasi.
Nini, sapaan Anindito, mengungkapkan, berdasarkan data PISA tahun 2015 dan tahun 2022, yaitu tahun sebelum dan sesudah berlangsungnya kebijakan PPDB, terlihat adanya penambahan keragaman sosial ekonomi di dalam tiap-tiap sekolah. Kemudian, mulai muncul kemiripan level sosial ekonomi antar sekolah.
”Kontribusi sosial ekonomi terhadap prestasi juga berkurang. Dengan kata lain, latar belakang sosial ekonomi murid menjadi prediktor lebih lemah terhadap prestasi mereka, dan ini merupakan indikator meningkatnya keadilan dalam pendidikan,” jelasnya.
Melihat hal ini, Nino meyakini bahwa Merdeka Belajar sudah berjalan sesuai kebutuhan. Meski, masih harus terus melakukan berbagai penyesuaian. ”Secara nasional, perbaikannya sangat terlihat, tetapi kita perlu melakukan beberapa hal yang lebih terfokus pada sekolah dan kelompok-kelompok yang tertinggal,” tegasnya. (mia/jpg)