Di kalangan perempuan di desanya, Bunda Mayora juga ikut mengajarkan arti percaya diri. Caranya adalah berorganisasi dan ikut dalam kelompok pembangunan desa. Misalnya, kelompok tenun maupun nelayan. ”Karena mereka kurang pede. Di KTP saja masih banyak yang menulis pekerjaan sebagai ibu rumah tangga,” ungkapnya.
Padahal, para perempuan itu yang menjual tangkapan ikan di pasar. Kadang mereka juga ikut melaut dan bertani. Rekam jejak itulah yang membuat sebagian warga desa mendorongnya untuk maju sebagai calon BPD. Dan, Mayora pun sepakat ikut mendaftar. ”Tak menyangka bisa lolos,” katanya, lantas tertawa.
Saras Dewi, aktivis sekaligus dosen filsafat Universitas Indonesia, menyebut Bunda Mayora sebagai seorang yang amat sayang dan peduli kepada komunitasnya. Waktunya dicurahkan untuk menyampaikan pengetahuan tentang kesetaraan dan perjuangan terhadap keadilan, khususnya bagi kelompok rentan. ”Dia seseorang yang sanggup menerobos batasan dan mendorong terus isu-isu kesetaraan,” katanya kepada Jawa Pos kemarin.
Di BPD, Bunda Mayora turut mendorong agar desa ikut memberikan bantuan kepada kelompok tani dan peternak agar bisa berkembang. ”Dan, Puji Tuhan, sudah ada dua kelompok yang mendapat bantuan,” jelas transpuan kelahiran Desa Habi, Sikka, 4 Agustus 1986, tersebut.
Terlahir sebagai pria, sedari kecil dia punya kehendak lain. Dia lebih nyaman sebagai perempuan. Sejak kecil, rasa itu muncul. Namun, lingkungan dan keluarga tak mendukung. Jadilah dia terus berpura-pura menjadi laki-laki. ”Caranya sampai ikut karate dan pencak silat biar dibilang cowok,” paparnya.
Di Merauke, tempat orang tuanya tinggal, Mayora mengikuti seminari menengah untuk menjadi seorang bruder. Pada 2008, dia kemudian pindah ke Jogjakarta untuk melanjutkan pendidikan pastoral di Universitas Sanata Dharma. Namun, kuliahnya tak sampai lulus dan memutuskan balik ke Merauke. ”Di Merauke, saya tidak betah dan kembali ke Jogja,” katanya.
Saat kembali ke Jogjakarta inilah, tekad Mayora untuk menunjukkan identitas diri sebagai transpuan menguat. Apalagi setelah dia bertemu dengan komunitas transpuan dan ikut menyelami hidup bersama mereka.