PANGKALAN BUN – Kasus pemerkosaan yang menimpa santriwati berusia 12 tahun di salah satu pondok pesantren di Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) mendapat sorotan dari salah satu tokoh masyarakat Kabupaten Kobar, Gusti Kadran.
Ia mengaku prihatin atas peristiwa tersebut. Apalagi hal itu terjadi di pondok pesantren yang nota bene sebagai wadah pembinaan akhlak bagi generasi penerus bangsa.
Cucu Sultan ke-13 Kesultanan Kutaringin ini meminta agar setiap pondok pesantren yang ada di Kabupaten Kobar menjalankan proses belajar mengajar secara terpisah antara antara santriwan dan santriwati.
“Jadi harus dipisah sebagai upaya menghindari munculnya hal-hal yang mengarah kepada perbuatan yang dilarang agama,” harap Gusti Kadran.
Selain pemisahan ruangan, juga ada pemisahan bagi para pengajar. Ustazah khusus mengajar putri dan begitu pula sebaliknya ustaz hanya mengajar yang putra.
Melalui pemisahan ini setidaknya memperkecil potensi terjadinya hal-hal yang dilarang agama. “Dalam hal ini para pengasuh pondok pesantren harus mulai memperhatikan dan mengupayakan hal tersebut sebagai langkah antisipasi agar tidak terulang,” tegasnya.
Kemudian Gusti Kadran juga berharap pemerintah daerah dan Kementerian Agama (Kemenag) bisa mendata dan mengevaluasi pola belajar mengajar yang diterapkan oleh masing-masing pondok. “Sehingga ada kontrol secara periodik dan bertahap supaya dapat meminimalisir terjadinya penyimpangan-penyimpangan oleh oknum,” katanya.
Jika hal semacam ini tidak diperhatikan, ia khawatir kelak akan menjadi bumerang terhadap kondusifitas daerah. Pengaturan-pengaturan yang ia maksud sangat diperlukan karena aktivitas ustaz maupun santri harus tetap terbatas apalagi bagi yang berlainan jenis.
“Jangankan guru yang masih berstatus magang atau tingkat santriwan dan santriwati, orang yang sudah disebut kyai saja masih mungkin bisa terjerumus karena syahwatnya,” terangnya.
Beberapa kali kasus pelecehan seksual terjadi di tempat yang seharusnya menjadi wadah pembinaan akhlak tetapi justru tercoreng dengan ulah oknum.