Curhatan Tenaga Pendidik yang Tugas di Pelosok

Terkendala Internet, Listrik Sering Padam, hingga Jalan Rusak  

Guru Pedalaman
SOSIALISASI: Bupati Kotim Halikinnor sampaikan beberapa poin penting dalam sosialisasi Permendikbudristek Nomor 63 Tahun 2023 tentang pedoman pengelolaan dana bantuan operasional satuan pendidikan (BOSP) bagi jenjang sekolah dasar di Werra Hotel Resort Sampit, Kamis (27/6/2024). (HENY/RADAR SAMPIT) 

Kesempatan emas tak datang dua kali. Momentum itu dimanfaatkan tenaga pendidik yang dipanggil Bupati Kotawaringin Timur Halikinnor ke atas panggung untuk menyampaikan kendala yang dihadapi para guru di pelosok.

HENY, Sampit | radarsampit.com

Bacaan Lainnya

Sudah 26 tahun sejak tahun 1998, Juwarsih mengabdikan diri sebagai Kepala SDN 1 Satiruk, Kecamatan Pulau Hanaut, Kabupaten Kotawaringin Timur. Selama itu pula dia terpaksa melintas jalan rusak setiap berangkat kerja.

“Mohon maaf, Pak. Saya sudah puluhan tahun mengajar di Desa Satiruk yang letaknya di ujung dunia, sampai sekarang jalannya masih rusak parah, belum ada perbaikan. Kapan ya Pak, jalan poros antardesa bisa diperbaiki,” ucap Juwarsih, Kamis (27/6/2024).

Sebagai perempuan dengan usia yang semakin menua, membuatnya gentar melewati jalur darat. Kondisi jalan sangat membahayakan terutama selepas hujan, karena licin.

“Saya tidak mau menyiksa diri. Saya perempuan, berkendara tidak selihai bapak-bapak. Tidak berani saya melewati jalan rusak yang berisiko untuk keselamatan saya,” ujar Juwarsih.

Baca Juga :  Terancam 15 Tahun Penjara, Polisi Dalami Kemungkinan Korban Lain Dukun Cabul

Juwarsih menetap di rumah dinas guru yang berjumlah lima pintu. Setiap sebulan sekali ia pulang ke Sampit melewati jalur air dengan menyewa kelotok Rp 700 ribu sekali keberangkatan dari Satiruk menuju dermaga Samuda.

“Saya biasa pulang sebulan sekali. Kadang kalau ada kegiatan menghadiri pertemuan kegiatan Dinas Pendidikan Kotim seperti ini, saya bisa beberapa kali pulang pergi ke Sampit. Sekali berangkat ongkosnya Rp 700 ribu, kalau diisi banyak penumpang bisa ringan biayanya, tapi pas kebetulan penumpang sepi mau tidak mau bayar ongkosnya sebesar itu,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Juwarsih juga menanyakan kenapa seorang tenaga pendidik seperti dirinya yang mengajar jauh di pelosok desa, sekarang tidak lagi menerima tunjangan khusus guru (TKG) yang berada di daerah terpencil, terluar dan terisolir dari Kemendikbudristek RI.

“Sudah sembilan tahun saya menerima tunjungan khusus daerah terpencil. Namun, sejak tahun 2020 saya dan delapan guru yang bertugas di SDN 1 Satiruk sudah tidak pernah lagi menerimanya. Padahal, itu jadi penyemangat kami bekerja,” katanya.



Pos terkait