Derita Warga Desa Pesisir Kumai Melawan Keterisolasian, Menerjang Gelombang demi Menyambung Kehidupan

warga pedalaman
MENERJANG GELOMBANG: Warga dua desa di pesisir Kumai harus berjuang menerjang gelombang untuk keluar wilayah tersebut. Termasuk ketika ada warga sakit hingga melahirkan. ISTIMEWA/RADAR SAMPIT

PANGKALAN BUN , radarsampit.com – Dua desa di Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, belum menikmati sepenuhnya hasil pembangunan. Terpasung isolasi, warga ”dipaksa” terbiasa bertaruh nyawa melawan ganasnya alam.

Layaknya desa terpencil umumnya, Desa Sungai Cabang dan Desa Teluk Pulai yang terletak di pesisir laut wilayah Kumai, sekitar kawasan Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP), dihadapkan pada kesulitan air bersih dan belum masuknya jaringan listrik PLN.

Bacaan Lainnya

Dua desa kecil itu tercatat dihuni sebanyak 125 kepala keluarga (KK) atau 425 jiwa. Masyarakat setempat rata-rata menggantungkan hidupnya dengan menjadi nelayan dan berkebun.

Untuk menuju desa terdekat, atau menuju ibu kota kecamatan, satu-satunya akses yang bisa ditempuh hanya melalui jalur laut dengan waktu tempuh dua jam menggunakan kelotok dan satu jam jika menggunakan speed boat.

Baca Juga :  Radar Sampit Siap Gelar Kembali Undian THR Berkah Ramadan

Keterbatasan akses transportasi menyisakan kisah pilu bagi warga setempat. Baik di sektor kesehatan maupun pendidikan.

Meskipun Teluk Pulai memiliki Pusat Kesehatan Masyarakat Pembantu (Pustu), namun tidak sepenuhnya bisa melakukan penanganan kesehatan yang berat.

Terkadang warga yang sakit harus dirujuk lagi ke Puskesmas Kumai atau ke RSUD Sultan Imanuddin Pangkalan Bun untuk mendapatkan pelayanan lebih intensif.

Meninggalnya warga yang sakit lantaran penanganan medik yang tidak memadai, hingga harus berjuang menerjang gelombang di tengah laut menuju rumah sakit rujukan, menjadi cerita yang tidak ada habisnya bagi warga setempat. Ibu melahirkan di tengah laut pun menjadi kisah biasa.

Herliyus Cristian, Kepala Desa Teluk Pulai mengatakan, terkadang dalam kondisi darurat dan cuaca ekstrem, kelotok yang membawa warganya yang sakit dengan kelotok atau speed boat, menempuh risiko membelah gelombang tinggi agar pasien dapat penanganan yang cepat.

Herliyus menuturkan, pihaknya telah berupaya sekuat tenaga membuka keterisolasian desa dengan dunia luar. Pertemuan hingga rapat, baik dengan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, belum juga membuahkan hasil.



Pos terkait