PANGKALAN BUN- Dugaan kekerasan oleh oknum guru SMKN 2 Pangkalan Bun terhadap s i swanya be rbuntut panjang. Keluarga korban melaporkan kasus tersebut ke Polres Kotawaringin Barat, meski empat temannya yang saat itu ikut dijejerkan di depan kelas telah sepakat berdamai.
Hal ini diungkapkan Ahmad Subandi, selaku keluarga dari siswa tersebut. Menurutnya keputusan itu diambil karena itikad pihak guru maupun pihak sekolah yang membuat keluarga bingung.
“Sehari setelah kasus pemukulan itu, orang tua dipanggil beserta anaknya yang jadi korban ke sekolah untuk berdamai. Sementara cara tersebut dinilai tidak pas, karena yang memukul ini guru namun keluarga anak yang diminta ke sekolah,” katanya.
Kondisi itu dianggap bahwa oknum guru tidak ada rasa simpati dan empati terhadap siswa yang dipukunyal. Sedangkan saat itu siswa tersebut masih dalam kondisi trauma.
“Jadi di sini ada yang kurang pas menurut kami. Mestinya pihak guru yang melakukan pemukulan bersama sekolah ini datang secara baik-baik dan minta maaf dulu. Bukan menyuruh ke sekolah dan diminta damai,” kata Subandi.
Kalau memang pemukulan ini, lanjut Subandi, diduga sudah sering dilakukan oknum guru tersebut. Subandi mempertanyakan apa tindakan pihak sekolah melalui kepala sekolahnya pada oknum guru tersebut.
“Karena ada pembiaran selama ini, makanya ini mungkin puncaknya yang sampai ke publik dan viral,” terangnya.
Hingga pada akhirnya keluarga memutuskan untuk tidak datang ke sekolah jika etika pemanggilan seperti itu.
“Kemudian pihak sekolah menghubungi kembali dan berniat untuk datang ke keluarga pada Kamis (2/6) malam. Namun setelah kita tunggu, malah dibatalkan dan ini yang membuat keluarga semakin kecewa,” terangnya.
Selanjutnya pada Jumat (3/6) pagi terjadi pertemuan yang ditengahi oleh Dinas Pendidikan Provinsi Kalteng dengan Komisi Perlindungan Anak dari Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (BP3APPKB) Kobar. Dalam pertemuan itu ada pihak sekolah beserta empat anak yang ikut dijejerkan depan kelas.