Dorong Konflik Warga Sebabi Melawan PT BAS Juga Ditangani secara Adat 

Damang Se-Kalteng Dukung Warga Masyarakat Adat

adat
TOLAK MASUK: Masyarakat Desa Sebabi menolak pihak PN Sampit bersama sejumlah pihak terkait memasuki areal sengketa di perkebunan PT BAS, Rabu (26/6/2024). (ISTIMEWA/RADAR SAMPIT)

SAMPIT, radarsampit.com – Koordinator Damang se-Kalimantan Tengah Kardinal Tarung mendukung perjuangan masyarakat adat di Desa Sebabi, Kecamatan Telawang, Kabupaten Kotawaringin Timur untuk memperjuangkan haknya.

Apalagi warga menjadi sasaran gugatan perusahaan perkebunan PT Buana Artha Sejahtera (BAS), anak perusahaan Sinar Mas Grup.

Bacaan Lainnya

”Seumur-umur saya (baru) menemukan ada perusahaan yang menggugat masyarakat. Perlu adanya poin yang dijadikan landasan untuk menindaklanjuti perkara ini. Maka kami akan lakukan Basara Adat yang nantinya akan disampaikan kepada Badan Peradilan Negara, sehingga putusan adat ini nanti bisa jadi acuan hakim,” kata Kardinal.

Hal tersebut disampaikan Kardinal Tarung saat menemui warga yang tengah menghadapi gugatan perdata dari PT BAS di lahan yang dikuasai warga tersebut, Rabu (26/6/2024) lalu.

Pihaknya mendorong konflik itu juga ditangani dengan peradilan adat. Sebab, hasil dari peradilan adat setidaknya bisa menjadi pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sampit untuk memutuskan gugatan.

Baca Juga :  NGERI!!! Angka Kematian Covid-19 Kalteng Meningkat Tajam

”Kami berharap masyarakat, dalam hal ini yang sedang berjuang mendapatkan keadilan, segera membuat laporan kepada damang setempat dan berkoordinasi dengan koordinator Damang Kotim yang sudah mempunyai wadah,” kata Kardinal.

Kardinal menuturkan, pihaknya datang dari Palangka Raya untuk menghadiri undangan dari warga terkait pelaksanaan sidang pemeriksaan oleh hakim dari PN Sampit.

Selain itu, sebagai bentuk solidaritas bersama dengan Damang Kecamatan Telawang yang telah menangani perkara itu dengan pemasangan hinting adat.

”Kami juga mengajak masyarakat untuk tetap menjaga kondusifitas di wilayah ini. Jangan sampai mengganggu keamanan dan ketertiban,” tegasnya.

Berkaitan dengan objek yang dipermasalahkan, lanjut Kardinal, dalam aturan hukum adat, selain ada bukti surat, juga ada bukti penguasaan fisik.

Hal itu berkaitan dengan penempatan suatu wilayah secara turun-temurun, sehingga bisa dikatakan wilayah itu milik kelompok warga Dayak Tamuan tersebut.

Dia juga prihatin dengan perjuangan warga selama 20 tahun mempertahankan tanah itu, namun belum juga ada kejelasan. Hal tersebut bukan sesuatu yang singkat dan mudah.



Pos terkait