DPRD Kotim Nyatakan 643 Hektare Kebun Sawit di Areal PT SCC Berstatus Qou

CEK LAPANGAN PT SCC
PENGECEKAN: Rombongan Komisi IV DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur saat mengecek lokasi konflik ruas jalan di Desa Bukit Raya, Kecamatan Cempaga, Kamis (20/6/2024). (RADO/RADAR SAMPIT)

SAMPIT, radarsampit.com – Keputusan DPRD Kotim di penghujung jabatan membuat lahan seluas 643,8 hektare di areal PT Sinar Citra Cemerlang (SCC) menjadi lahan tak bertuan.

Hal ini diketahui setelah  Komisi II DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim)  menggelar rapat dengar pendapat (RDP) terkait kemitraan lahan antara Koperasi Itah Epat Hapakat dengan PT SCC seluas 643,84 ha yang sampai sekarang belum terealisasi.

Bacaan Lainnya

Hingga pada akhir kesimpulan rapat tersebut menyatakan lahan yang jadi permasalahan berstatus qou guna meredam masalah sementara waktu ini.

“Kesimpulan RDP hari ini yakni pertama pihak Perusahaan harus melaksanakan  dan  menyelesaikan plasma dan kemitraan sesuai dengan kesepakatan  tanggal 15 Desember 2021. Apabila ini tidak dilaksanakan maka lahan seluas 643,84 hektare dijadikan status qou dan tidak boleh ada aktivitas apapun baik perusahaan dan pihak koperasi,” kata Agus Seruyantara, anggota Komisi II DPRD Kotim saat pembacaan kesimpulan.

Perwakilan Koperasi yakni Dewel mengaku tidak masalah lahan berstatus qou asalkan dipatuhi kedua belah pihak. Perwakilan koperasi akan menghormati DPRD untuk mencegah konflik di lapangan

Baca Juga :  Sanidin dan Siyono Siapkan Diri Mendaftar di KPU Kotim

“Ya kami akan tunduk dan patuh kepada hal itu asalkan perusahaan juga jangan ada aktivitas di atas lahan tersebut,” katanya.

Sebelumnya, sudah ada kesepakatan bahwa perusahaan akan merealisasikan dalam bentuk lahan plasma. Jika tidak direalisasikan maka perusahaan akan diputus oleh Pemda.

“Sebenarnya permasalahan ini harusnya sudah selesai sejak lama, namun saat itu kuasa hukum dari PT SCC menilai yang bertandatangan atas hak tanah itu yaitu Ketua RT dianggapnya tidak berwenang. Sehingga kami sudah melakukan verivikasi lagi atas lahan itu yang ditandatangani kepala desa hingga kelurahan dan kecamatan,” tegasnya.

Sebenarnya, kata Dewel, perusahaan sudah mengakui kepemilikan lahan masyarakat, dibuktikan bahwa sejak tahun 2015 sampai 2022, perusahaan masih membayarkan kompensasi 1 ha tanah sebesar Rp 50 ribu setiap bulannya.

“Namun sejak 1 januari 2023 hingga 2024 ini hampir 20 bulan belum dibayarkan. PT SCC ini tidak memperhatikan perjanjian sebelumnya, mereka ini berpikir seakan-akan karena sudah membayarkan kompensasi maka sudah berakhir. Padahal perjanjian berikutnya setelah membayar kompensasi,  dilanjutkan dengan perusahaan memberikan lahan plasma untuk dikelola koperasi,” bebernya.



Pos terkait