DPRD Kotim Nyatakan 643 Hektare Kebun Sawit di Areal PT SCC Berstatus Qou

CEK LAPANGAN PT SCC
PENGECEKAN: Rombongan Komisi IV DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur saat mengecek lokasi konflik ruas jalan di Desa Bukit Raya, Kecamatan Cempaga, Kamis (20/6/2024). (RADO/RADAR SAMPIT)

Ada 58 dokumen kepemilikan lahan yang sudah diketahui oleh RT hingga kepala desa dan camat dan juga ditandatangani direktur PT SCC saat itu.

Sementara itu mewakili Pemkab Kotim  Oktav Pahlevi menegaskan, persoalan antara Koperasi Itah Epat Hapakat dengan  PT. SCC di Kecamatan Cempaga Hulu sudah selesai dimediasi di pemerintah daerah, bahkan mediasi sudah ditutup.

Bacaan Lainnya

“Sebelumnya pemerintah telah memfasilitasi dan mediasi untuk persoalan ini, dan kami sudah melakukan verifikasi terhadap dokumen yang dimiliki kedua belah pihak sejak tahun 2020,” ujarnya

Menurutnya, Pemda Kotim sudah memanggil kedua belah pihak untuk melakukan mediasi dan pada  20 Maret 2020. Pemerintah juga melakukan cek lapangan yang dilanjutkan dengan verifikasi. Dan belum lama ini ada rapat terakhir pada 26 Februari 2024 di ruang Setda Kotim yang menghasilkan suatu keputusan.

“Hasil rapat tersebut, pertama pemerintah daerah telah melakukan verfikasi atas hak kedua belah pihak tanggal 16 Februari 2024 dan tertuamg dalam berita acara 24 Februari 2024,” tegasnya.

Baca Juga :  Pejabat Dilarang Gelar Open House

Kedua, PT SCC belum bersedia menerima tuntuntan pengajuan dari koperasi hapakat untuk melaukan kerja sama pembangunan lahan plasma kemitraan, bagi hasil produk kebun di atas objek klaim lahan yang arealnya ada di dalam HGU PT SCC, ganti rugi lahan serta tuntutan lainnya.

Ketiga, Pemda Kotim sudah beberapa kali melakukan upaya mediasi antara kedua belah pihak tetapi tidak mendapatkan  kesepakatan atas penyelesaian masalah tersebut.

”Berkaitan permasalahan tersebut kami kembalikan kepada masing-masing pihak dan mediasi di pemda telah ditutup,”ungkapnya.

Terakhir, permasalahan yang timbul atas hasil rapat itu menjadi tanggung jawab masing-masing yang bersangkutan. Pemda menyarankan permasalahan ini harus diselesaikan melalui litigasi yaitu proses peradilan. Siapa yang terlebih dahulu melaporkan ini ke pengadilan menjadi tanggung jawab masing-masing pihak.

“Perlu diketahui mediasi di pemda bersifat musyawarah mufakat, yang artinya mencari kebaikan untuk keduanya. Karena keduanya tidak mau bermufakat dan tetap bersi keras masing-masing, maka pemda menyatakan mediasi di pemda sudah selesai,” pungkasnya. (ang/yit)



Pos terkait