DPRD Kotim Sesalkan Tumpulnya Hukum Terhadap Pelaku Eksploitasi Anak

eksploitasi anak
ilustrasi ekploitasi anak (Kaltim Post)

SAMPIT, radarsampit.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kotawaringin Timur (Kotim) menyebutkan, aksi eksploitasi anak di bawah umur bisa dikategorikan sebagai perdagangan anak untuk mencari keuntungan pribadi. Wakil rakyat menyesalkan tumpulnya hukum terhadap pelaku yang terang-terangan mengeksploitasi anak untuk mengamen atau mengemis.

”Persoalan itu menjadi perhatian kita bersama sejak lama. Saya menyebutkan aksi ini sebagai tindak pidana perdagangan anak. Bahkan, sudah sejak dulu sebenarnya kami sampaikan kepada dinas terkait, agar gelandangan dan pengemis di Kota Sampit dibersihkan,” kata anggota Komisi III DPRD Kotim SP Lumban Gaol, Minggu (30/7).

Bacaan Lainnya

Seharusnya, kata Gaol, persoalan pengemis yang mengeksploitasi anak tidak cukup hanya ditangkap lalu dilepaskan. Akan tetapi, ada proses hukum yang berjalan terhadap pelaku tersebut.

Gaol mendesak dinas terkait menyiapkan sumber daya manusia agar ke depan bisa memproses pelaku tersebut. Di sisi lain, sebagian besar pengamen yang ada, terutama anak-anak, terkesan hanya jadi modus meminta-minta, karena suara yang dipaksakan dan alat musik yang hanya jadi pegangan.

Baca Juga :  Penggerebekan Gudang Rokok Ilegal Tanpa Hasil

”Yang seperti itu bisa kita nilai, langsung ditangkap saja. Apalagi yang sudah berulang, langsung ditangkap dan diberi efek jera dengan cara dikurung badan. Dia bagian dari koordinator, sehingga menurut saya adalah orang yang memfasilitasi orang untuk mencari uang dengan cara tidak baik. Ini sudah ada unsur perdagangan anaknya, karena rata-rata yang dikoordinir anak-anak di bawah umur,” tegasnya.

Pelaku yang mempekerjakan anak, lanjut Gaol, memerintahkan anak-anak bekerja untuk keuntungan bagi dirinya. Asal-usul anaknya juga harus ditelusuri. Bisa saja kasus ini merupakan sindikat yang memiliki jejaring untuk mempekerjakan anak tidak hanya di bidang pengemis.

”Bahkan saya dengar dulu anak-anak ini ada juga yang di-dropping dari Banjarmasin dan daerah lainnya. Ada yang membuat rekrutmen, sehingga terbentuk budaya meminta-minta di daerah ini. Saya juga tidak setuju pengamen dalam bentuk topeng-topeng itu, karena juga memberikan pendidikan tidak baik dan harus perlu ditertibkan,” tegasnya.



Pos terkait