Akun @Rendy Pratama mengaku harus membayar sejumlah uang untuk bisa masuk sekolah yang diimpikannya. Akan tetapi, ternyata gagal. ”Ulun (saya) yang tinggal di Ketapang masuk lewat belakang alias napal, dikira lulus, pas hari Senin ditolak. Padahal sudah nyogok itu,” tulisnya.
Akun lainnya, @Hery Sampit mengeluhkan banyaknya kesulitan sistem zonasi. ”Pak, tolong ditindaklanjuti SMA yang ada di Sampit, kenapa warga Baamang Hulu anak-anak dipersulit kalau mau masuk sekolah dengan alasan zona yang tidak ada. Kalau ada duit, zona di mana pun masuk,” ungkapnya.
Akun lainnya @Yunie Elizha, mengatakan, adiknya sudah mendaftar sesuai zona, tapi ketika di zona terdekat, malah penuh dan daftar di zona lain tidak lulus. ”Akhirnya adik saya tidak sekolah. Dengar dari kawan, kalau mau masuk bisa saja, harus nyogok Rp3-5 jutaan katanya. Karena almarhum bapak saya gak ada biaya waktu itu, jadi sampai sekarang adik gak lanjut sekolahnya,” tulisnya.
Persoalan penerimaan siswa di jenjang SMA, khususnya di Kota Sampit, membuka mata publik. Momentum itu diduga disalahgunakan oknum tertentu dengan menarik pungutan hingga dugaan suap untuk meloloskan anak yang sebelumnya sudah dinyatakan gugur dan tidak masuk dalam zonasi.
Jumlah siswa yang diumumkan melalui sistem online, bisa berbeda jumlahnya dengan yang dinyatakan diterima secara faktual. Perbedaan itu sebagian merupakan titipan hingga diduga masuk melalui jalur belakang alias suap. Nominalnya beragam. Ada yang Rp3 juta hingga Rp5 juta per orang.
Anggota Komisi III DPRD Kotim SP Lumban Gaol mengatakan, sistem zonasi menyebabkan sengkarut dan perilaku korup oknum panitia di dunia pendidikan, sehingga mencemarkan reputasi guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. (ang/ign)