Banjir parah yang melanda sejumlah daerah Kalimantan Tengah membuat sejumlah pihak saling tuding. Di sisi lain, akar masalah bencana perlu dicari sebagai acuan penanganan dan solusi ke depan.
EDY RUSWANDI, Palangka Raya
Banyak pertanyaan di ruang publik terkait penyebab banjir besar yang sering terjadi di sejumlah wilayah Kalimantan Tengah dalam beberapa bulan terakhir. Berbagai pendapat bermunculan, seperti akibat pembabatan hutan, penambang emas ilegal, pembukaan lahan perkebunan, sampai karena azab atau peringatan dari yang kuasa.
Menteri Sosial Tri Rismaharini saat mengunjungi Kalteng beberapa lalu, sempat mengungkapkan agar daerah mengusulkan pembuatan bendungan. Ada juga pihak yang menyarankan dibuat waduk atau membuat bendungan.
Akibat banjir di wilayah Kabupaten Katingan, ribuan rumah warga dan fasilitas umum terendam, serta Jalan Trans Kalimantan terputus beberapa kali. Setali tiga uang, di Palangka Raya ribuan warga harus mengungsi. Banjir membuat warga kesulitan air bersih dan terserang berbagai penyakit.
Selain itu, Jalan Trans Kalimantan di daerah Tumbang Nusa, Kabupaten Pulang Pisau terendam air hingga mecapai 80 cm. Banyak kendaraan mogok akibat memaksa menerobos, dan terjadi kemacetan yang mengular.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana dan Kebakaran (BPBPK) Provinsi Kalimantan Tengah 20 November 2021, sebanyak enam kabupaten/kota terdampak banjir, yaitu Palangka Raya, Pulang Pisau, Katingan, Kotawaringin Timur, Kapuas, dan Barito Selatan. Bencana itu melanda 40 kecamatan, 177 desa/kelurahan, 33.530 kepala keluarga, 96.015 jiwa terdampak banjir. Jumlah pengungsi tercatat mencapai 2.038 KK atau 6.449 jiwa.
Berdasarkan perkiraan Kasi Data dan Informasi BMKGÂ Palangka Raya Anton Budiono, hujan dengan intensitas sedang hingga lebat di wilayah Kalteng masih akan terjadi sampai Maret. Artinya, potensi bencana masih menghantui Kalteng dalam beberapa bulan mendatang.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Mayjen TNI Suharyanto berjanji akan melakukan penelitian penyebab banjir dan segera menurunkan tim. Hal tersebut sebagai langkah awal upaya penanganan jangka panjang pengendalian banjir.