”Setelah air surut, tim akan segera turun melihat penyebabnya. Mudah-mudahan dalam waktu seminggu tidak ada hujan deras lagi. Karena satu minggu mulai sekarang, jika tidak ada hujan, pasti air akan surut,” kata Suharyanto saat meninjau lokasi banjir di Kota Palangka Raya dan Kabupaten Pulang Pisau, Minggu (21/11) lalu.
Tim yang diturunkan, lanjut Suharyanto, untuk mengetahui secara pasti dan membuat analisa akurat penyebab banjir. Melalui hasil analisa akan diputuskan penanganan dan langkah yang tepat dan komprehensif dengan sasaran jangka menengah di tahun 2022.
”Kami harapkan akhir tahun 2022 tidak banjir lagi,” ujarnya.
Beberapa penelitian sebelumnya yang dilakukan Badan Riset dan Inovasi Nasional menggambarkan penyebab tingginya intensitas hujan di Kalimantan berdasarkan fenomena alam. Sementara penelitian Wahana Lingkungan Hidup Kalteng menyoroti perilaku manusia terhadap lingkungan yang menyebabkan bencana banjir, di antara pembukaan hutan untuk perkebunan atau pertambangan oleh perusahaan.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Kalteng Dimas Novian Hartono mengatakan, sebanyak 80 persen lebih kawasan hutan di Kalteng sudah berubah fungsi menjadi areal perkebunan. Akibatnya, resapan air berkurang dan rawan terjadi tanah longsor.
”Miris melihat kondisi hutan di Kalteng. Kerusakannnya begitu parah. Predikat sebagai paru paru dunia telah dirusak oleh banyaknya alih fungsi lahan,” kata Dimas.
Menurut Dimas, berbagai bencana yang terjadi di Tanah Air hendaknya dijadikan renungan bagi pemerintah daerah dan segera merevisi perizinan guna menyelamatkan fungsi hutan.
Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan, hujan persisten yang dipicu pertemuan gelombang Kelvin dan Rossby di atmosfer serta penbentukan pusat konveksi akibat anomali sirkulasi angin, menjadi salah satu penyebab banjir di wilayah Kalimantan Tengah dan Timur.
”Suplai kelembaban yang tinggi juga terkonsentrasi di Kalimantan karena adanya penjalaran gelombang Kelvin dari barat yang bertemu dengan Rossby dari timur, sehingga berkontribusi terhadap peningkatan intensitas curah hujan di wilayah Kalimantan,” kata peneliti klimatologi dalam Tim Reaksi dan Analisis Kebencanaan (TReAK) Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN Erma Yulihastin seperti dikutip dan antaranews.com (10/9).