Sementara itu, Ketua Umum Sarikat Penyelenggara Umrah Haji Indonesia (Sapuhi) Syam Resfiadi mengatakan, tanpa ada pelarangan itupun, orang yang berhaji berkali-kali tidak banyak. Dia memperkirakan tidak sampai dua persen orang yang haji lebih dari sekali setiap tahunnya.
Jadi ketika ada banyak jamaah haji lansia yang berangkat, bukan karena banyak jemaah haji muda yang haji berkali-kali. Menurut dia antara keduanya tidak ada keterkaitan. Jamaah haji lansia banyak, karena kuota Indonesia terbatas. Kemudian kecenderungan masyarakat Indonesia mendaftar haji di usia lanjut.
Syam mengatakan jeda bisa berhaji lagi yaitu setelah 10 tahun sejatinya efektif dan adil. “Hanya saja belum berjalan dengan ideal,” katanya. Karena pengecekannya belum berbasis NIK. Tetapi hanya berbasis nama. Sehingga cukup ada perubahan nama satu huruf saja, orang tidak akan terdeteksi sudah berhaji apa belum.
Dalam kesempatan terpisah, kemarin (28/8), Muhadjir mengaku, hanya berperan sebagai pengusul terkait wacana pembatasan haji sekali. Dia menegaskan, bahwa untuk tindak lanjutnya berada di kementerian teknis. Dalam hal ini, Kementerian Agama.
Rencananya, bakal ada kajian teknis untuk membahas detail wacana haji sekali seumur hidup ini. Namun yang jelas, kata dia, usulan tersebut sudah mendapat dukungan positif dari banyak pihak. ”Dari MUI menyambut baik. Kemudian, dari PBNU, pak wakil ketua juga merespon positif. Komisi 8 saya juga ditelpon oleh pak ketua, Pak Ace dari Golkar merespon. Nanti silakan saja,” tuturnya.
Muhadjir pun kembali menegaskan, bahwa wacana ini semata untuk memperpendek antrian lama tunggu keberangkatan haji. Yang mana, hal ini juga akan memberikan kesempatan mereka yang belum berangkat haji. ”Jumhur ulama kan haji itu juga wajibnya sekali saja,” ungkapnya.
Sementara, kalau haji kedua akan jadi dilemma. Bisa masuk sunnah namun akan mengambil hak orang lain yang lebih wajib. Karenanya, menurutnya, mereka yang sudah pernah berhaji sebaiknya mendahulukan yang mereka yang tengah berstatus wajib.