Harmoni Ramadan di Pondok Al-Marhamah, Cerita Santri Kelas Akhir yang Masih Bertahan

Liputan Khas Ramadan 1446 Hijriah (5)

panti asuhan
BUKA BERSAMA: Para santri di Pondok Pesantren AL-Marhamah menanti saat berbuka puasa di masjid yang ada di lingkungan pondok tersebut, Sabtu (1/3). IST/RADAR SAMPIT

Saat kebanyakan anak seusianya sudah kembali ke pelukan keluarga untuk menjalani Ramadan, puluhan santri kelas akhir Pondok Pesantren Al-Marhamah Putra, Sampit yang masih setia tinggal di pondok.

YUNI PRATIWI ISKANDAR, Sampit | radarsampit.com

Bacaan Lainnya

Kebijakan untuk tetap tinggal sudah menjadi peraturan pondok, d imana pada Minggu pertama Ramadan, mereka memang diwajibkan bertahan untuk memperdalam ilmu pendidikan agama. Pasalnya, tak lama lagi mereka akan melaksanakan ujian akhir, sambil menikmati bulan suci dengan penuh kekhusyukan di bawah bimbingan para ustaz.

Di tengah sunyinya Jalan Cilik Riwut km 8, rutinitas di pondok tetap berjalan seperti biasa. Hanya saja, suasananya kini lebih hening.

Santri kelas 7 hingga 11 telah lebih dulu dipulangkan sejak 26 Februari lalu, menyisakan 21 santri kelas 12 Madrasah Aliyah Swasta (MAS) Al-Marhamah dan 39 santri kelas 9 Madrasah Tsanawiyah Swasta (MtsS) Al – Marhamah. Ditambah 12 anak panti asuhan yang juga menjadi bagian keluarga besar Al-Marhamah.

Baca Juga :  Hampir Dua Dekade Jadi Tempat Berlindung, Panti Asuhan Hajjah Mas Kacil Bertahan Tanpa Donatur Tetap

”Insya Allah, tanggal 10 Maret nanti mereka baru pulang. Jadi, Ramadan awal ini memang kami jalani bersama dulu di sini,” ujar Ustaz Abdul Rahman, pengajar di pondok pesantren tersebut.

Ramadan bagi para santri bukan hanya tentang menahan lapar dan dahaga. Di Pondok Al-Marhamah, bulan suci ini menjadi momentum memperdalam ilmu agama. Pelajaran akademik untuk sementara digantikan dengan pengajian, tadarus, hingga ta’lim bersama ustaz.

”Setelah subuh, para santri halaqah mengaji, lalu dilanjutkan ta’lim. Malamnya selepas Tarawih, kemudian tadarusan bersama di masjid pondok,” tuturnya.

Menu buka puasa pun sederhana, tapi penuh makna. Bubur hangat, semangka segar, kurma manis, dan gorengan jadi pelepas dahaga setelah seharian berpuasa.

Setelah Magrib berjemaah, barulah mereka menyantap makan malam bersama-sama, menguatkan rasa kekeluargaan yang makin terasa erat meski jauh dari orang tua.

Tak ada keluhan dari para santri soal menu sahur dan berbuka. “Alhamdulillah, semua tercukupi. Mungkin bukan hidangan mewah, tapi selalu penuh berkah,” tambah Abdul Rahman.



Pos terkait