Ramadansyah mengatakan, Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah (ETPD) merupakan suatu upaya yang terintegrasi untuk mengubah transaksi pendapatan dan belanja pemerintah daerah dari tunai menjadi nontunai berbasis digital dengan tujuan untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan daerah.
”Penerapan ETPD diharapkan akan memperbaiki pengelolaan keuangan pemerintah daerah menjadi lebih efisien, transparan, serta akuntabel, dan pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD),” kata Ramadansyah.
Dasar pelaksanaan ETPD diatur sesuai Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (Satgas P2DD) untuk mendorong penguatan perekonomian nasional dan daerah.
Satgas P2DD yang beranggotakan pimpinan dari delapan kementerian dan lembaga nantinya akan berkoordinasi dengan 542 Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD) yang diketuai kepala daerah.
Berdasarkan Keputusan Menko Perekonomian 147/2021 keanggotaan, tugas, mekanisme kerja pelaksana dan sekretariat Satgas P2DD diatur dalam Pasal 13, di mana Satgas P2DD bertugas melakukan monitoring dan evaluasi implementasi ETPD sesuai dengan kriteria yang ditetapkan pelaksana.
Timeline kegiatan dalam evaluasi kinerja TP2DD 2022 mengacu sesuai waktu pelaksanaan Rakornas pada September 2022 dan siklus APBN 2023 dalam pembagian wilayah kategori evaluasi kinerja TP2DD dibagi ke dalam tiga wilayah untuk mendukung level playing fields sebagaimana diatur dalam Peraturan Kementerian Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota Serta Tata Cara Implementasi Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah.
TP2DD dapat menyampaikan program, regulasi ataupun hal lain yang terkait dengan ETPD dan P2DD yang bersifat strategis dilakukan sebelum Januari 2021 untuk disampaikan dalam dokumen evaluasi kinerja. Aspek penilaian kinerja TP2DD dan bobotnya kinerja TP2DD diukur dari aspek proses, output, dan outcome. Untuk pengukuran tahun 2022 (tahun pertama), bobot masing-masing adalah 30 persen, 40 persen, dan 30 persen dengan tetap mengacu pada kriteria evaluasi yang diatur dalam Pasal 14 Kepmenko Perekonomian Nomor 147 Tahun 2021.