Selanjutnya pada Mei 2022 terdakwa justru menjual alat berat tersebut kepada Didi di Dusun Pelaik, Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang Provinsi Kalimantan Barat seharga Rp 80 juta tanpa sepengetahuan dan izin dari PT. BPR Lingga Sejahtera.
“Jadi terdakwa telah membawa alat berat sebagai jaminan tersebut keluar dari Kabupaten Lamandau tanpa izin dari pihak PT. BPR Lingga Sejahtera, yang mana sebelumnya sudah diperingatkan oleh saksi Milson untuk tidak memindahkan atau mengeluarkan alat tersebut dari Kabupaten Lamandau,” ungkapnya.
Sejak Juli 2021, pihak PT BPR Lingga Sejahtera telah mencari dan menghubungi terdakwa untuk melakukan pembayaran angsuran melalui telepon maupun pesan whats up, namun terdakwa tidak pernah mengangkat maupun membalas pesan dari PT. BPR Lingga Sejahtera.
Pada Agustus 2021, PT BPR Lingga Sejahtera kembali menghubungi terdakwa namun tidak ada tanggapan dari terdakwa selanjutnya pada Oktober 2021 pihak PT BPR Lingga Sejahtera kembali menghubungi terdakwa baik melalui telepon maupun pesan whats up namun tetap tidak ada tanggapan.
“Hal tersebut merupakan rangkaian tipu muslihat dari terdakwa agar jaminan alat berat tidak ditarik oleh pihak PT BPR Lingga Sejahtera,” cetusnya.
Pada Februari 2022, PT BPR Lingga Sejahtera melakukan pemeriksaan terkait keberadaan alat berat excavator tersebut namun tidak berada di areal PT. SML.
Padahal terdakwa mengaku memiliki pekerjaan dengan menggunakan alat excavator tersebut di PT SML. Ternyata pada Maret 2022 PT BPR Lingga Sejahtera mendapat informasi alat berat tersebut sudah berada di Desa Sandai Kecamatan Sandai Kabupaten Ketapang. Saat dicek ke lokasi , tetap tidak menemukannya dan hingga saat ini tidak diketahui keberadaannya.
“Akibat perbuatan terdakwa, PT. BPR Lingga Sejahtera mengalami kerugian kurang lebih sebesar Rp. 663.103.727,” tambahnya. (mex/yit)