SURABAYA, radarsampit.com – Tembakau menjadi perhatian penting Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur.
Pasalnya Jawa Timur sebagai provinsi penghasil tembakau terbesar di Indonesia. Hal tersebut disampaikan Pj Gubernur Jatim Adhy Karyono, Selasa (27/8/2024).
Menurutntya 50 persen lebih tembakau nasional dihasilkan dari Jawa Timur.
“Tentu ini menjadi perhatian penting bagi pemerintah, bagaimana sektor ini betul-betul memberikan dampak yang positif terhadap perekonomian di Jawa Timur,” kata Adhy.
Ia menjelaskan, produksi rokok di Provinsi Jawa Timur cukup besar dan juga penyerapan tenaga kerjanya, baik dari sigaret kretek tangan (SKT) maupun sigaret kretek mesin (SKM).
“Demikian juga dengan petani tembakau yang relatif secara pendapatan kesejahteraan juga cukup bagus,” terangnya.
Adhy mengatakan cukai hasil tembakau Jawa Timur mencapai Rp 127 triliun.
Dari jumlah itu, Jawa Timur mendapatkan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBCHT) sebanyak 3 persen atau sekitar Rp 3,8 triliun.
“DBCHT ini dibagi kepada daerah penghasil dan daerah-daerah lain secara proporsional. Ini juga membantu dari sisi bagaimana pembangunan bidang kesehatan dan sosial,” katanya.
Lebih lanjut Adhy mengatakan terbitnya PP 28 tahun 2024 tentang Kesehatan, juga didukung oleh Jawa Timur dengan menerbitkan Perda tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Menurutnya perda ini bukan berarti tidak boleh merokok tetapi untuk tertib dalam merokok.
“Di sisi lain memang industri tembakau, rokok dan turunannya yaitu juga memberikan kontribusi yang besar dan juga penyerapan tenaga kerja. Jadi kami tetap berimbang ya bahwa industri berkembang tetapi juga bagaimana upaya meningkatkan kesehatan masyarakat terutama terkait dengan larangan rokok di tempat-tempat umum,” ungkapnya.
Ditanya terkait rencana pemerintah menaikkan cukai rokok tahun 2025, Adhy mengatakan ini ranah kebijakan pusat.
Menurutnya setiap ada kebijakan sudah melalui analisis sudah dipertimbangkan.
“Tetapi kami berharap bahwa tentunya kalaupun ada kenaikan ya sangat mempertimbangkan kondisi di lapangan. Saat ini kan pajak untuk rokok kalau dihitung per batangnya atau per bungkusnya lebih besar pajaknya daripada produksinya, tetapi itu konsekuensi dari sebuah produk yang memang agak sedikit berurusan dengan kesehatan,” katanya.