SAMPIT, radarsampit.com – Wacana pelaksanaan pemilu legislatif dengan sistem proporsional tertutup dinilai sebagai kemunduran besar dalam demokrasi langsung. Hal tersebut memicu politik pragmatis di kalangan partai. Kedaulatan rakyat dibajak karena penentuan wakil didasari pada keputusan partai, bukan perolehan suara terbanyak.
”Bagi saya, kalau ini dilaksanakan adalah kemunduran besar dalam demokrasi. Artinya, pelaksanaan demokrasi tidak demokratis lagi, karena semuanya akan terpusat kepada pengurus partai, bukan lagi kedaulatan rakyat untuk menentukan wakilnya di parlemen,” kata Ketua DPC Hanura Kotim Hari Rahmad, Rabu (4/12).
Dia meyakini pemilu legislatif tetap mengacu pada suara terbanyak atau proporsional terbuka. Sebab, semua parpol diklaim menginginkan hal itu.
”Kalau dengan sistem proporsional tertutup, kira-kira siapa saja yang mau jadi caleg? Orang-orang gak mau mencaleg karena yang dipilih nanti adalah kewenangan partainya, bukan masyarakat yang menentukan wakilnya. Jika kekuasaan terlalu tinggi di partai, caleg tidak semangat. Sudah susah-susah berkorban segala sesuatunya, tapi ternyata bukan dia yang duduk. Tidak ada kepastian bagi caleg jika sistem tertutup,” kata Hari.
Hari berharap Mahkamah Konstitusi menolak gugatan sekelompok orang tersebut, sehingga KPU bisa melaksanakan dengan sistem proporsional terbuka. ”Kami berdoa semoga hakim-hakim yang mengadili perkara di MK menolak gugatan itu, sehingga pileg tetap pada posisi proporsional terbuka,” katanya.
Kader Partai NasDem di DPRD Kotim Syahbana mengatakan, dengan sistem proporsional tertutup, membuat masyarakat tidak memiliki otoritas dan kedekatan siapa yang akan dipilih dan duduk menjadi wakilnya. Hal itu juga akan merugikan partai politik, karena banyak orang enggan bertarung menjadi caleg. Caleg berkualitas bisa tampil dengan filter langsung dari rakyat.
”Beda ceritanya kalau suara terbanyak, maka itu akan membuat semuanya semangat dan persaingan yang maksimal untuk bisa meraih simpati dan mendapatkan suara masyarakat saat konstelasi,” ujar Syahbana.