Sebaliknya, mereka perlu mendampingi, memberikan pelatihan, memotivasi, dan meyakinkan bahwa transformasi digital hadir untuk memudahkan pekerjaan sekaligus meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat.
Satu hal yang sering terlupakan adalah kepemimpinan digital juga erat kaitannya dengan etika. Di era digital ini, data adalah aset berharga. Pemerintah menyimpan data pribadi jutaan warga mulai dari identitas, catatan kesehatan, hingga informasi pendidikan dan keuangan.
Oleh karena itu, pemimpin digital harus bertanggung jawab dan memastikan bahwa data tersebut dikelola dengan aman dan digunakan secara bijak. Jangan sampai kemajuan teknologi justru menjadi celah terjadinya penyalahgunaan data atau memperbesar ketimpangan sosial.
Selain itu, seorang pemimpin digital juga perlu memiliki pola pikir yang strategis dan memiliki visi jangka panjang. Mereka tidak boleh cepat puas hanya dengan membuat satu atau dua aplikasi. Sebaliknya, mereka perlu membuat sistem digital yang saling terhubung, mudah digunakan, dan bisa dipakai dalam jangka panjang.
Contohnya, bagaimana data kependudukan bisa langsung terhubung dengan layanan BPJS, pendidikan, hingga bantuan sosial. Semua ini memerlukan visi besar, koordinasi antar lembaga, dan tentu saja, komitmen yang kuat dari pemimpin.
Kabar baiknya, sudah mulai terlihat sejumlah kepala daerah dan pejabat yang menunjukkan arah kepemimpinan digital yang progresif. Mereka membuka ruang untuk inovasi, membentuk tim transformasi digital, serta melibatkan anak muda dan komunitas teknologi dalam proses pengambilan kebijakan.
Meski begitu, upaya ini masih belum merata. Kita masih membutuhkan lebih banyak pemimpin di semua Tingkat pemerintah baik dari pusat, daerah, maupun desa yang siap menjadi pendorong perubahan menuju transformasi digital.
Pada akhirnya, kita semua perlu menyadari bahwa kepemimpinan digital bukan hanya sekadar pilihan, melainkan kebutuhan mendesak. Dunia akan terus bergerak maju, dan masyarakat semakin cerdas serta kritis dalam hal berpikir.