Jam kerja yang dinilai memberatkan jadi alasan Tri Joko Sungkono melaporkan eks perusahaan tempatnya mengais penghasilan. Seorang diri pria itu mendatangi Dinas Tenaga Kerja Kalteng.
DODI, Palangka Raya | radarsampit.com
Setelah mendalami sejumlah regulasi terkait ketenagakerjaan, Tri Joko Sungkono akhirnya memantapkan hati melaporkan perusahaan. Dia memperkarakan PT IBB selaku pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) bauksit dan PT ABM, kontraktor pertambangan tersebut.
Perusahaan tambang itu beroperasi di Kecamatan Parenggean, Kabupaten Kotawaringin Timur. Menurut Tri, ada sejumlah pelanggaran yang diduga dilakukan perusahaan. Dia meminta Disnaker Kalteng mengusutnya dan memberikan sanksi jika terbukti.
Adapun dugaan pelanggaran terkait UU ketenagakerjaan itu, di antaranya menggaji karyawan di bawah upah minimum kabupaten/kota (UMK) Kotim yang sebesar Rp3.341.890. Kemudian, karyawan bekerja tujuh tanpa libur, Senin-Minggu dengan waktu kerja delapan jam per hari. Bahkan, malamnya wajib lembur.
Upah lembur yang dibayarkan dinilai tak sesuai. Mulai dari jam pertama sampai seterusnya, ditetapkan sebesar Rp10 ribu per jam. Selain itu, tidak ada cuti kerja, kecuali karyawan mau istirahat setelah dua bulan kontrak kerja. Itu pun tanpa ada pembayaran upah.
Menurut Tri, PT ABM diduga melanggar Pasal 1 angka 7, Pasal 13 huruf f dan Pasal 16 ayat 1 huruf a-c Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2O2I tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja, dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.
Kemudian, Pasal 88 dan Pasal 79 ayat 1, 3, 4, dan 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
”Saya saat ini memang bukan lagi karyawan PT ABM. Kontrak kerjanya tidak diperpanjang lagi karena pernah mengusulkan supaya hari Minggu karyawan libur. Saya berharap Disnakertrans Kalteng dapat segera menindaklanjuti laporan ini dengan turun langsung ke perusahaan agar praktik pelanggaran peraturan perundang-undangan tenaga kerja dapat secepatnya diakhiri demi kesejahteraan karyawan,” tegasnya.