RadarSampit.com -Terlahir menjadi anak yatim piatu bahkan memiliki kekurangan fisik dan mental (disabilitas) bukanlah pilihan hidup. Tak ada manusia yang siap untuk menghadapi cobaan yang tidak sesuai dengan keinginannya. Terkadang egoisme lebih kuat dibandingkan rasa iba. Panti asuhanlah wadah ternyaman bagi para manusia yang kehilangan asa.
Heny, Sampit
Terlahir tanpa diharapkan kehadirannya, sengaja dibuang, tak dipedulikan, bahkan menjadi korban pelecehan seksual hingga kekerasan dalam rumah tangga. Itulah berbagai persoalan masa lalu yang pilu yang kerap dialami anak Panti Asuhan Annida Qolbu.
Senyum merekah tampak dalam bingkai wajah Titin Sumarni atau akrab disapa Tina. Dia terlihat senang ketika orang lain menyapanya. Dalam kondisi kedua kelopak mata yang tertutup, Tina masih bisa bernyanyi menghibur orang di sekitarnya.
Tina nampaknya mencari sumber suara yang sedari tadi mengajaknya berbincang. Dia menanyakan nama dan berusaha meraba tangan penulis seraya mendoakan. “Pian ini perejekian. Mudah-mudahan rejeki selalu datang untuk pian tanpa terputus,” ucapnya kepada Radar Sampit.
Tak lama dia berucap kelaparan. Energinya seperti gampang habis ketika diajak berbincang ringan. Kebetulan Senin (27/6) siang itu, Yayasan Annida Qolbu usai mengadakan pelepasan sembilan murid TK angkatan keempat dan 6 murid SD angkatan pertama.
Hidangan makanan untuk para tamu tentu saja masih tersisa. Makanan sop berkuah kuning itu disiapkan Sri Rahayu salah satu staf pengasuh yang biasanya bertugas memberi makan dan memandikan anak yatim yang mengalami disabilitas.
Sepiring nasi berkuah sup lengkap dengan lauk dihadapkan pada Tina. Sajian makanan yang masih hangat itu menggugah selera. Dia makan begitu lahapnya dan dengan penuh hati-hati.
Masa lalu Tina cukup menyedihkan. Dia terlantar tak memiliki keluarga. Sejak balita, Tina terlahir tak bisa melihat dan mengalami cacat pada tangan dan kakinya. Disaat usianya beranjak dua tahun tepatnya pada tahun 2001 lalu, kelima orang pendeta dari Tumbang Samba mengantarkannya ke Yayasan Annida Qolbu. Tak ada yang sanggup merawatnya dan tak semua panti mau menerima manusia yang mengalami disabilitas. Namun, dengan segala keterbatasan, Rohani selaku Ketua sekaligus Pendiri Yayasan Annida Qolbu mau menerimanya dan merawatnya selama 20 tahun hingga sekarang.