Kontroversi Kebijakan Tapera, Negara Seolah-olah Merampok Pekerja

bagi uang
Ilustrasi

Secara teori ekonomi sektor publik, kesehatan, pendidikan, dan keselamatan tenaga kerja merupakan public goods. Artinya tiga aspek tersebut harus disediakan oleh negara. Sedangkan, perumahan di negara manapun akan selalu menjadi kebutuhan privat. Karena memang alaminya perumahan itu sangat individualis. Terdapat aspek ownership dan keputusan untuk membeli rumah atau tidak.

”Apakah mau tinggal di rumah orang tua? Mau rumah mewah atau sederhana? Artinya ada kebutuhan yang tidak terbatas. Sehingga ketika itu dijadikan public goods, kekacauan pasti akan terjadi,” terangnya.

Bacaan Lainnya

Contoh, ketika semua masyarakat disediakan rumah, disuruh bayar iuran, dan bayar pajak maka ekosistem ekonomi kemungkinan akan colapse. Meski pemerintah membuat rumah, belum tentu memenuhi kebutuhan masyarakat. Ketika pemerintah membuatkan rumah di Bekasi Timur, belum tentu semua masyarakat mau tinggal di sana.

”Banyak variabel yang memengaruhi kebutuhan seseorang untuk beli rumah yang tidak dapat dipenuhi pemerintah,” imbuh dosen Universitas Gadjah Mada itu.

Baca Juga :  Tak Ada Anggaran, Sekolah SD di Kotim Ini Gagal Dibangun

Para pengusaha juga sudah angkat bicara. Mereka menolak, bahwa gaji para pekerja yang sudah terpotong pajak harus ditambah lagi dengan komponen iuran lain. Padahal sebenarnya pekerja juga sudah membayar untuk hari tua, kematian, kecelakaan kerja, pensiun, kesehatan dan macam-macam. Apalagi perusahaan harus menanggung 0,5 persen dari iuran itu.

Menurut Media, kebijakan model seperti ini mengerikan. Padahal pemerintah sedang berjuang untuk mendorong ekonomi formal. Dimana para pekerja teregistrasi, terlindungi, dan perusahaan maupun pengusaha membayar pajak. Nah, kalau iuran tapera diterapkan, tentu akan membebani, terutama untuk pengusaha.

”Jadi kita akan mengalami kemunduran ekonomi. Justru akan semakin banyak pelaku usaha informal Ketimbang menjadi formal, lebih baik informal aja. Untuk menghindari upah mereka kena pajak. Justru ini berbahaya. Karena potensi kehilangan pajak dari pengusaha ini lebih besarr,” bebernya.

Dari sisi akuntabilitas, kapasitas BP Tapera dalam mengelola uang yang sedemikian besar belum jelas. Iuran 3 persen dari para pekerja di Indonesia itu bisa mencapai triliunan rupiah hanya dalam sekali penarikan iuran. Ada pula istilah bank kustodian yang ditunjuk untuk mengelola uang itu.



Pos terkait