Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) memperpanjang status tanggap darurat banjir selama 14 hari sampai 22 Maret 2024. Sejumlah mitigasi dilakukan menghadapi bencana musiman.
HENY, Sampit | radarsampit.com
Curah hujan tinggi dalam beberapa hari belakangan jadi perhatian serius Pemkab Kotim. Prediksi cuaca dalam sebulan ini yang memperkirakan banjir masih mengancam, membuat Pemkab Kotim akhirnya memutuskan memperpanjang status tanggap darurat banjir yang sejatinya berakhir Jumat (8/3/2024) sejak 24 Februari lalu.
”Setelah mendengar langsung apa yang disampaikan BPBD, BMKG, dan Balai Wilayah Sungai Kalimantan II Palangka Raya dalam rapat, masih ada kemungkinan potensi banjir, terutama di wilayah utara, sehingga hasil rapat koordinasi menyepakati memperpanjang status tanggap darurat banjir sampai 14 hari kedepan,” kata Irawati, Wakil Bupati Kotim usai memimpin rapat koordinasi di Ruang Pusdaops Kantor BPBD Kotim, Jumat (8/3/2024).
Irawati juga menerima laporan masih ada beberapa desa yang masih terendam banjir setinggi 5-50 cm di Desa Kabuau dan Barunang Miri, Kecamatan Parenggean. Kemudian, di Sungai Ubar Mandiri, Kecamatan Cempaga Hulu, dan Desa Pasir Putih, Kecamatan Telawang.
”Beberapa desa yang dikabarkan tergenang banjir ini belum ada melapor ke BPBD Kotim, karena ketinggian masih di kisaran 50 cm. Akan tetapi, apabila melihat intensitas hujan dalam beberapa hari terakhir, ada kemungkinan genangan banjir akan mengalami peningkatan,” ujarnya.
Pemkab Kotim saat ini juga masih fokus melalukan penanggulangan banjir di dalam Kota Sampit yang masih ditemukan genangan air menutupi badan jalan di beberapa titik.
”Kami melihat masih banyak drainase yang tidak lancar, sehingga mengakibatkan air meluap sampai ke jalan hingga ke permukiman warga,” ujarnya.
Terkait hal itu, Bupati Kotim Halikinnor telah menginstruksikan SOPD terkait untuk lebih gencar melakukan normalisasi drainase di dalam kota.
”Pak Bupati sudah menginstruksikan Dinas SDA, Bina Marga, Bina Konstruksi Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kotim untuk lebih sering melakukan normalisasi pengerukan drainase yang tidak lancar dan melakukan pendekatan kepada masyarakat, karena ada sebagian masyarakat yang tidak mau dibersihkan, tidak ada gorong-gorong, bahkan kurang kesadaran membersihkan drainase di sekitar lingkungannya,” ujarnya.