JAKARTA, radarsampit.com – KPU telah mengumumkan daftar calon sementara (DCS) anggota DPR Sabtu (19/8/2023). Namun, sejumlah data dalam DCS tersebut mendapat sorotan. Mulai jumlah total yang tidak akurat hingga rekam jejak caleg yang dianggap tidak transparan.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan, pihaknya menemukan ketidaksinkronan antara total jumlah caleg yang memenuhi syarat dan hasil penjumlahan caleg laki-laki serta perempuan.
Di data KPU tertulis, jumlah caleg yang memenuhi syarat sebanyak 9.925 orang. Angka itu tidak sama dengan total jumlah caleg berdasar jenis kelamin yang terdiri atas 6.245 laki-laki dan 3.674 perempuan. ”Kalau ditotal menjadi 9.919,” terangnya kepada Jawa Pos kemarin (19/8).
Menurut dia, ketidaksinkronan DCS itu bersumber dari ketidakcermatan KPU menginput dan menjumlahkan caleg yang memenuhi syarat (MS) pada tiga parpol. Yakni, Partai Gelombang Rakyat Indonesia, Partai Garda Republik Indonesia, dan Partai Bulan Bintang.
Pada Partai Gelombang Rakyat Indonesia tertulis jumlah caleg MS sebanyak 396 orang dengan perincian 252 caleg laki-laki dan 145 perempuan. Padahal, jumlah caleg laki-laki dan perempuan yang benar adalah 397 orang. ”Penghitungan yang tepat mestinya menghasilkan angka yang sama antara jumlah caleg yang MS dan total caleg laki-laki dan perempuan,” ungkapnya.
Hal serupa terjadi pada Partai Garda RI. Tercatat jumlah caleg MS sebanyak 573 orang. Padahal, jika digabung antara caleg laki-laki dan perempuan, jumlahnya 570 orang. Perinciannya, 336 laki-laki dan 234 perempuan.
Partai Bulan Bintang mengalami hal serupa. Jumlah caleg yang MS 474 orang, sedangkan hasil penggabungan jumlah caleg laki-laki dan perempuan sebanyak 470 orang.
Lucius mengatakan, ketidaksinkronan angka-angka penjumlahan seharusnya membuat DCS yang ditetapkan KPU otomatis cacat. ”Atau kalau ketidaksinkronan ini sesuatu yang disengaja oleh KPU, haruslah kita pertanyakan untuk siapa KPU ini bekerja?” bebernya.
Menurut dia, sulit memahami bagaimana ketidakcermatan itu bisa tidak disadari oleh komisioner KPU sebelum mereka mengumumkan DCS. Ketidaktelitian tersebut merupakan awal buruk untuk mengawal pemilu yang jujur dan adil.