Lambat Mandi dan Salat Duha, Santri Tewas Setelah Dilempar Kayu Berpaku, Seperti Ini Kronologinya

mayat
Ilustrasi. (net)

Radarsampit.com – Seorang santri tewas akibat dugaan kekerasan di Pondok Pesantrem di Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Remaja berstatus pelajar Madrasah Tsanawiyah (MTs) ini tewas diduga setelah dilempar kayu berpaku oleh ustaznya.

Plt Kasi Pendidikan Madrasah (Pendma) Kemenag Kabupaten Blitar Syaikhul Munib mengatakan segera meminta keterangan pihak ponpes terkait atas laporan kejadian memprihatinkan itu.

Bacaan Lainnya

Diketahui, peristiwa nahas tersebut terjadi sekitar pukul 06.00 WIB pada Minggu (15/9) lalu di luar jam sekolah.

Saat itu, santri berinisial K bersama temannya diminta untuk mandi dan salat Duha, tapi korban tidak menghiraukan arahan ustadnya.

“Hal ini yang diduga membuat si pengajar terpancing emosi. Kemudian, ustad itu melempar kayu ke arah santri dan tidak sengaja mengenai bagian kepala anak didiknya itu. Tak disangka, ternyata pada kayu itu tertancap paku yang diduga mengenai kepala belakang korban,” ujar Munib, yang ditemui di kantornya Jumat (27/9).

Baca Juga :  Detik-Detik Terbakarnya Bus Pahala Kencana di Tol Jombang–Mojokerto

Saat itu, korban yang merupakan pelajar kelas 8 MTs ini langsung tak sadarkan diri setelah dilepar kayu berpaku dan pihak ponpes langsung membawanya ke RSUD Srengat.

Namun, pihak pondok merasa pelayanan di rumah sakit tersebut kurang memadai sehingga korban dilarikan ke Rumah Sakit Kabupaten Kediri (RSKK) untuk mendapatkan perawatan intensif.

Sayangnya, perawatan di RSKK justru tidak banyak membantu penanganan luka korban. Korban sempat dirawat selama dua hari, hingga meninggal dunia pada Selasa (17/9).

Kini, kepolisian sedang melakukan penyelidikan terhadap kasus ini dan pihak ponpes bersedia kooperatif.

“Tindakan ustad atau pengajar melempar kayu kepada santri itu tidak dibenarkan. Kami harap kejadian ini tidak terjadi lagi. Kami terus berkomunikasi dengan pihak ponpes untuk penanganan yang terbaik, karena peristiwa ini menghilangkan nyawa anak-anak,” ungkapnya dikutip Blitar Kawentar (Jawa Pos Group).

Munib mengaku peristiwa ini dapat dijadikan pelajaran untuk ponpes atau lembaga pendidikan yang lain agar tidak memakai kekerasan dalam melakukan pengajaran di dalam maupun luar kelas.



Pos terkait