Usai didalami, Polri menemukan empat orang tersangka serta 233 korban di antara ratusan penumpang tersebut. ”Dari situ kami kembangkan terus sampai hari kedua dapat sepuluh tersangka dan sampai dua tiga minggu kemudian tersangka bertambah jadi 18 orang dan tujuh DPO,” beber Asep. Belum lama, lanjut dia, empat dari tujuh DPO berhasil ditangkap. ”DPO tersebut sebagai pemesan para pekerja yang akan dipekerjakan di Malaysia,” tambahnya.
Asep memastikan, Polri sudah bekerja sama dengan kepolisian di negara-negara sahabat untuk menindak para pelaku TPPO di luar negeri. Termasuk yang berperan dalam praktik jual beli organ tubuh.
”Sampai saat ini untuk masalah kasus perdagangan ginjal yang diduga di Bekasi itu masih dalam proses pengembangan,” kata dia. Proses hukumnya kini ditangani oleh Polda Metro Jaya dan tidak menutup kemungkinan terus dikembangkan.
Sementara itu, modus TPPO kian hari kian berkembang. Ada saja jalan yang digunakan untuk memuluskan upaya tindak kejahatan ini. Terbaru, ada modus pemagangan.
Dugaan TPPO ini terjadi pada mahasiswa politeknik di Sumatera Barat yang dikirim untuk magang di Jepang. Niat untuk bisa menimba ilmu sebanyak-banyaknya di negeri orang justru berujung pada perbudakan. Selama satu tahun magang, korban bekerja selama 14 jam sehari. Tak ada hari libur hingga waktu makan maksimal 15 menit. Soal gaji sama mirisnya. Mereka diberi Rp 5 juta per bulan namun disunat Rp 2 juta untuk diberikan ke pihak kampus.
Menurut Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Hariyanto, dugaan kasus TPPO ini bukan kali pertama. Kasus-kasus serupa sudah banyak terjadi. “Tidak hanya di Sumbar, tapi dulu juga pernah terjadi di Malang, Jogjakarta, dan wilayah lainnya,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, dugaan praktik TPPO dalam pemagangan ini muncul salah satunya karena tawaran gaji tinggi. Kemudian didukung dengan minimnya lapangan kerja yang memadai serta proses pengawasan yang lemah. (syn/mia/jpg)