Melihat Kondisi PPM Sampit yang Kian Meredup (2)

Plafon Bocor, Gelap-gelapan saat Listrik Padam, Parkir Kurang Luas

boks
DISEWAKAN: Salah satu kios di kawasan PPM Sampit yang disewakan pemiliknya. (Heny/Radar Sampit)

Di lantai dasar, Radar Sampit berbincang dengan pedagang senior lain yang juga pernah jadi korban kebakaran tiga kali di Pasar Inpress. Pria berkopiah warna cokelat susu ini memulai usaha dagang sepatu sandal sejak tahun 1990. Dia akrab disapa Haji Muksin, pedagang arloji dengan nama kios Nadila, sesuai nama anaknya.

Dalam sehari mulai PPM buka dari pukul 08.00-15.00 WIB, Muksin bisa mendapatkan penghasilan Rp300-500 ribu. Ketika tanggal gajian, bisa menghasilkan pendapatan Rp1-2 juta.

Bacaan Lainnya

”Dulu jualan sepatu sandal dan pernah jualan kain. Selama PPM berdiri saya beralih jualan arloji, kacamata dan minyak wangi. Harga arloji saya jual dari Rp50 ribu – Rp2 juta. Sudah enam tahun ini omzet menurun drastis,” ucap Muksin.

Pedagang senior di PPM kerap mengalami pilunya berdagang. Mengharapkan pengunjung datang membeli. Kerja pagi pulang sore tak mendapat penghasilan. Pendapatan pasang surut. Semua sudah pernah pedagang PPM alami.

Baca Juga :  Sudah Lama Menganggur, Baidi Nekat Edarkan Sabu

Perubahan pola konsumerisme juga dialaminya. Sebelumnya PPM menjadi pusat perbelanjaan masyarakat Sampit, namun sekarang sepi. Ratusan pedagang yang mencari mata pencaharian hidup di bangunan PPM tak banyak meminta kepada pemerintah.

”Mau berharap apa ke pemerintah? Pedagang di sini tidak ingin banyak minta. Kami hanya ingin pemerintah bantu adakan bazar atau event yang rutin bagaimana caranya bisa menarik pengunjung datang ke PPM agar bisa ramai seperti dulu,” ujarnya. (hgn-bersambung)



Pos terkait