Mencari Solusi Mesin Ekonomi untuk Rakyat Kalteng

solusi ekonomi rakyat
BAHAS SAWIT: Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono saat menghadiri agenda tahunan Borneo Forum di Kota Palangka Raya, Jumat (28/6/2024). (DODI/RADAR SAMPIT)

Sementara itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan, industri kelapa sawit masih banyak masalah.

Akan tetapi, ada progres penyelesaian dengan mencari solusi terbaik. Dengan demikian, lahan yang ada bisa produksi secara maksimal.

Bacaan Lainnya

AHY menegaskan, ke depan sawit harus menghadirkan investasi untuk kelapa sawit berkelanjutan, investasi aman, yakni kepastian hukum atas lahan. Kalau belum clear, tidak mungkin diberikan sertifikat.

”Jika industri kelapa sawit semakin berkembang, Indonesia semakin memiliki kekuatan ekonomi,” katanya.

Menurut AHY, kelapa sawit menjadi mesin pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Apabila status lahan clean dan clear, ATR BPN mempercepat segala urusan dengan lahan dan tata ruang yang diperuntukkan bagi perkembangan kelapa sawit.

”Kami minta kepala BPN kota hingga provinsi agar pengurusan jangan dipersulit, tetapi harus sesuai aturan. Jangan sampai ada tumpang tindih regulasi, tumpang tindih peta,” katanya.

Baca Juga :  Optimistis Perekonomian Kotim Pulih Lagi, Harus Bisa Berdampingan dengan Covid-19

Sekretaris Umum Dewan Adat Dayak (DAD) Kalteng Yulindra Dedy mengatakan, DAD merekomendasikan agar perusahaan besar swasta yang memperpanjang izin usaha hanya diberikan maksimal 80 persen dari HGU yang telah habis masa berlakunya. Sisanya, minimal 20 persen, dialokasikan kepada pemerintah daerah dan masyarakat.

”Hal ini penting untuk memastikan masyarakat setempat juga dapat menikmati hasil dari investasi perkebunan kelapa sawit di Bumi Tambun Bungai,” kata Yulindra.

Yulindra menuturkan, DAD juga menyoroti isu keterlanjuran penanaman kelapa sawit dalam kawasan hutan yang berada di luar HGU. Mengacu UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 dan PP Nomor 24 Tahun 2021, praktik tersebut acap kali hanya menguntungkan pemerintah pusat dan perusahaan besar.

”DAD mengusulkan agar 20 persen dari total luas kebun yang diusahakan diberikan kepada masyarakat sekitar untuk mengurangi konflik sosial dan memberikan manfaat langsung kepada masyarakat adat Dayak,” katanya.

Yulindra menambahkan, dalam hal Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) pada hutan lindung, DAD menekankan perlunya keterlibatan masyarakat hukum adat dan pemerintah daerah sejak tahap awal perizinan.



Pos terkait