Menunggu Keberanian KPK Selesaikan Dugaan Gratifikasi Kaesang

gedung kpk
Ilustrasi (Jawa Pos)

JAKARTA, radarsampit.com – Meski telah mendatangi KPK Selasa lalu (17/9), polemik jet pribadi Kaesang Pangarep belum usai. Sejumlah pihak kini mempertanyakan “nebeng” Kaesang ke Amerika Serikat itu. Penyataraan KPK merespons kasus ini juga dinilai tak jelas.

Pemangat Penerbangan Alvin Lie termasuk yang menilai statmen Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan tak logis. Yang menyebut statemen biaya per orang ke Amerika Serikat itu sekitar Rp 90 juta. “Sama sekali tak logis,” terangnya kepada Jawa Pos kemarin.

Bacaan Lainnya

Sebab, untuk jet pribadi sewanya dihitung per jam, bukan dihitung per orang dan tujuannya. Untuk jenis Gulfstream G650ER semisal. Pesawat yang digadang-gadang dinaiki oleh Kaesang bersama sang istri Erina S Gudono semisal.

Umumnya disewakan sekitar 12.000-13.000 USD per jam. Artinya jika berangkat dari Bandara Halim menuju Los Angeles dibutuhkan waktu selama 14 jam.

”Jadi, silakan dihitung sendiri,” katanya.

Tak hanya itu, biasanya sewa jet pribadi juga dihitung berdasarkan pulang pergi. Aliasnya sewanya tidak bisa satu arah. Meski pun pesawat kembali dalam keadaan kosong atau tanpa penumpang. Artinya, jika ditotal pulang pergi membutuhkan waktu 28 jam.

Baca Juga :  Ungguli Perusahaan Energi se-Asia, PLN Borong 5 Penghargaan Bergengsi dari Enlit Asia

Saat disinggung apakah setiap penerbangan setiap penumpang bisa diidentifikasi? Mengingat saat ini masih timbul pertanyaan di publik soal apakah teman Kaesang berinisial Y yang memberikan tumpangan ikut terbang, Alvin menjawab, bisa.

Sebab, setiap penerbangan wajib membuat manifest. Baik itu data penumpang maupun setiap kargo yang diangkut. Dan manifest bisa dilihat di beberapa tempat. Yakni perusahaan groundhandling yang melayani pesawat tersebut, Airnav/LPPNPI, Otoritas bandara setempat tempat pesawat tinggal landas, dan pihak imigrasi.

Sementara untuk data kepemilikan pesawat, Alvin menyebut data bisa diperoleh di Dirjen Perhubungan Udara. “Yang berhak beri izin pesawat tersebut mendarat di Indonesia dan kemudian berangkat lagi ke luar negeri,” paparnya.

Ketua IM57+ M Praswad Nugraha mengkritik sikap KPK yang coba-coba menyesatkan logika publik. Bahwa gratifikasi harus diterima langsung oleh Penyelenggara Negara. Padahal, sering terjadi gratifikasi kepada penyelanggara negara diberikan memang melalui keluarga.



Pos terkait