SAMPIT – Ketegangan konflik perang antara negara Rusia dan Ukraina turut membawa dampak pada sektor energi di Indonesia.
Akibat perang yang kian memanas harga minyak mentah dunia terus berfluktuatif hingga mengalami kenaikan tajam menembus level diatas US$ 100 per barel.
Lonjakan harga minyak mentah dunia pun secara tidak langsung berimbas terhadap PT Pertamina Patra Niaga yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bertugas menyediakan dan memastikan ketersediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liquefied Petroleum Gas (LPG) untuk masyarakat hingga ke pelosok negeri.
Sales Branch Manager Pertamina Wilayah Kaltimtara Muhammad Rizal mengatakan sejak terjadinya invasi antara Rusia dan Ukraraina pada 24 Februari 2022 lalu, harga minya dunia naik signifikan diangka US$ 95,54 per barel. Angka itu terus mengalami kenaikan pada awal Maret 2022 hingga menyentuh level diatas US$ 108 per barel. Angka ini berada diposisi tertinggi sejak tahun 2014.
“Tingginya harga minyak dunia tidak bisa dipungkiri berpengaruh akibat konflik perang antara Rusia dan Ukraina. Dan ini tentunya berdampak ke PT Pertamina (Persero),” kata Muhammad Rizal Sales Branch Manager Pertamina Wilayah Kaltimtara kepada Wartawan di Pantai Dream Island di Sanur, Kota Denpasar, Bali, Kamis (17/3).
Rizal menuturkan harga minyak mentah dunia yang terus mengalami peningkatan pun turut mempengaruhi kondisi APBN. Hal itu terjadi lantaran melonjaknya harga Indonesian Crude Price (ICP) yang sangat jauh antara asumsi APBN di tahun 2022 yang hanya US$ 63 per barel. Dengan demikian, hal itu berdampak terhadap kenaikan harga komoditas energi seperti BBM, LPG hingga avtur. Sehingga, menambah beban subsidi BBM dan LPG serta kompensasi BBM dalam APBN.
Seperti diketahui, setiap kenaikan 1 dollar AS per barel dapat berdampak terhadap kenaikan subsidi LPG sekitar Rp 1,47 triliun, subsidi minyak tanah sekitar Rp 49 miliar dan beban kompensasi BBM lebih dari Rp 2,65 triliun. Sedangkan, subsidi BBM dan LPG 3 kilogram dalam APBN 2022 sebesar Rp 77,5 triliun. Subsidi tersebut mengacu pada perhitungan asumsi ICP sebesar 63 dollar AS per barel.