Menurutnya, mereka terlindungi dengan cara setor sebesar Rp 50 ribu – Rp 250 ribu sebagai tiket masuk SPBU. ”Misalkan dapat 80-100 liter, dia membayar fee pada preman. Anggap saja Rp 2.500 per liter. Belum lagi upah untuk pelangsirnya. Belum lagi apabila solar itu diecer ke warung pinggiran jalan. Pedagangnya pasti ambil untung. Bayangkan betapa panjang rantai mafia itu karena kurangnya pengawasan dan tindakan tegas,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, aksi premanisme yang diduga merajalela di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Kota Sampit membuat para sopir sengsara. Mereka dipaksa membayar uang dengan kedok parkir dengan nilai tak masuk akal. Sejumlah sopir mengaku harus menyetor hingga ratusan ribu rupiah.
”Ini uang kejahatan. Bukan uang yang sedikit jumlahnya. Paling murah kami membayar ke preman di SPBU dari Rp 50 ribu, Rp 150 ribu, Rp 200, Rp 250 ribu, dan paling mahal Rp 600 ribu. Kalikan saja berapa unit kendaraan, berapa banyak preman meraup keuntungan dari sopir,” ucap seorang sopir yang meminta namanya tak disebutkan, Sabtu (13/9) lalu. (hgn/ign)