SAMPIT, radarsampit.com – Tingginya peredaran narkoba jenis sabu di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) diduga melibatkan jaringan internasional. Sebagian besar barang haram tersebut dipasok dari Kalimantan Barat dan Jakarta.
”Masuknya narkoba di Kotim lebih cenderung melewati jalur laut. Namun, bukan berarti jalur udara dan darat tidak dimanfaatkan jaringan pengedar narkoba,” kata Kapolres Kotim AKBP Sarpani, Kamis (23/2).
Sarpani menuturkan, pihaknya kini memperketat pengamanan di setiap jalur yang dianggap rawan masuknya narkoba. Apalagi selama Februari ini pihaknya telah mengungkap 28 kasus narkoba dengan 30 tersangka. Barang bukti sabu dari perkara itu totalnya sebanyak 272,9 gram.
Sabu-sabu senilai Rp409 juta tersebut kemudian dimusnahkan di Polres Kotim yang dipimpin langsung Sarpani. Adapun berdasarkan data penangkapan, barang bukti terbanyak diperoleh di Jalan Manggis V, Kecamatan Mentawa Baru Ketapang. Dalam perkara itu, petugas menyita 1,5 ons sabu dari tangan pelaku berinisial CE alias Eet pada 13 Februari lalu.
Sarpani menuturkan, pemusnahan tersebut merupakan kedua kalinya yang dilakukan pihaknya selama 2023 ini. ”Kami akan terus bersinergi memberantas peredaran narkoba di Kotim,” katanya.
Sabu tersebut dimusnahkan dengan cara dilarutkan dengan cairan pembersih lantai. Kemudian dibuang ke selokan di halaman Polres Kotim, disaksikan puluhan tersangka.
Bupati Kotim Halikinnoor sebelumnya mengatakan, kondisi peredaran narkoba di Kotim sudah parah. Masa depan generasi muda terancam hancur jika persoalan ini tak kunjung dibereskan.
”Kotim ini zonanya bukan merah lagi, tapi sudah zona hitam narkoba, dan parah,” kata Halikinnor.
Halikinnor meminta semua elemen masyarakat ikut berperan aktif menyosialisasikan bahaya narkoba. Pemerintah telah berupaya memberantas peredaran narkoba, tapi kenyataannya barang haram itu masih beredar luas di masyarakat.
”Banyak sekali yang sudah kita lakukan, menangkap pengguna maupun pengedar, namun bukannya hilang, tapi tetap masih ada. Saya dengar informasi sudah merambat ke perkebunan. Sangat memprihatinkan sekali. Kalau pemerintah hanya menangkap, lalu memenjarakan, itu tidak akan selesai. Harus ada dukungan dari masyarakat untuk memeranginya,” tegas Halikinnor.