PANAS!!! DPRD Kotim Murka, Desak Usut Pidana Oknum Pejabat Diduga Hina Lembaga

Lembaga DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) dibuat murka dengan pernyataan kontroversial Asisten I Pemkab Kotim Diana Setiawan
FOTO BERSAMA: Bupati Kotim Halikinnor bersama sejumlah anggota DPRD Kotim dan tokoh partai politik foto bersama usai pertemuan terbatas di Rujab Bupati Kotim membahas konflik AKD beberapa waktu lalu. (IST/RADAR SAMPIT)

Sejumlah legislator lainnya juga menegaskan, Diana Setiawan tidak cukup hanya diberikan sanksi administratif. Masalah tersebut harus diseret ke ranah pidana.

”Ada ketentuan pidananya terkait hal semacam ini. Sekarang masih dikaji dan ditelaah  staf hukum kami,” ujar Ketua Fraksi PAN Dadang H Syamsu.

Bacaan Lainnya

Ketua DPRD Kotim Rinie Anderson mengatakan, pihaknya telah sudah menerbitkan surat undangan untuk meminta klarifikasi kepada Pemkab Kotim. Undangan tersebut ditujukan pada Bupati, Wakil Bupati, Sekda Kotim, dan Diana Setiawan. Pertemuan tersebut dijadwalkan Senin (18/4) mendatang.

Beredarnya video yang dianggap melecehkan DPRD tersebut diunggah warga yang hadir pada kegiatan rapat ke media sosial. Rekaman tersebut langsung menyebar ke sejumlah orang hingga sampai pada anggota DPRD Kotim.

”Kegiatan di video itu saat di Desa Tumbang Ramei, ketika sosialisasi dari PT Bintang Sakti Lenggana (BSL),” kata Martin Theo, warga sekitar.

Baca Juga :  Legislator Kotim Desak Pilkades Serentak Tetap Digelar

Menurutnya, sejumlah warga menyoal kehadiran perusahaan tersebut. Pasalnya, warga telah mengajukan areal kebun dan lahan di sekitar desa agar masuk dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dari Badan Pertanahan Kotim (BPN) Kotim.

”Tapi terkendala karena katanya di areal itu masuk izin PT BSL. Padahal di situ tidak terlihat ada patok,” katanya.

Dia menjelaskan, sosialisasi itu dihadiri Pemkab Kotim. Namun, warga Desa Tumbang Ramei menolak keberadaan PT BSL. Selain itu, dia menyebut perusahaan itu telah dicabut izinnya oleh pemerintah pusat. Namun, tiba-tiba ingin membangun kebun plasma bagi warga.

”Kami masyarakat tetap menolak adanya PBS di desa itu. Tapi, Pemkab Kotim mengatakan, warga tidak bisa menolak karena itu sudah ada izinnya dan masyarakat dipaksa untuk menerima kehadiran PBS dengan alasan ada kewenangan pemerintah untuk memaksa masyarakat,” ujar Marthin. (ang/ign)



Pos terkait