Pembunuh Anak di Sampit Ini Bisa Lolos Jerat Hukum, Cek Apa Penyebabnya

ibu bacok anak
DIAMANKAN: Seorang ibu yang diduga membunuh anaknya digiring polisi di RSUD dr Murjani Sampit, Rabu (7/6). (Fahry/Radar Sampit)

Secara umum dalam hukum pidana, semua keadaan seseorang yang tidak normal baik yang berhubungan dengan fisik maupun mental adalah gangguan jiwa. Pembunuhan yang dilakukan oleh seseorang yang mengidap gangguan jiwa jika dipandang dari hukum pidana akan terbebas dari jerat hukum.

Selain tercantum dalam Pasal 44 ayat (1), pelaku akan terbebas dari jeratan hukum juga dijelaskan dalam Pasal 44 ayat (2) KUHP yang berbunyi, jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan.

Bacaan Lainnya

Kriminolog Haniva Hasna dalam penjelasannya seperti dikutip dari liputan6.com, mengatakan, jika pelaku adalah orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), perlu dilakukan penyidikan dan penyelidikan. Tidak cukup hanya dari keterangan pelaku saja.

Baca Juga :  Cegah Banjir, Sungai Batangkang Sampai Lembur Puring Dikeruk

”Untuk membuktikannya, perlu dokter khusus yang memeriksa kondisi jiwanya. Ketika pelaku memang mengalami gangguan jiwa maka ada enam tahap, pertama kepolisian, kedua kejaksaan, ketiga pengadilan, keempat dikembalikan kejaksaan, kelima ke lapas, dan terakhir proses persidangan. Ketika dalam persidangan terbukti ODGJ, maka baru bisa dibebaskan,” katanya.

Menurut Iva, sapaan akrabnya, hukum di Indonesia sudah canggih, karena menghadirkan dokter dan spesialis gangguan kejiwaan. Dengan demikian, status gangguan jiwa sampai saat ini sulit untuk disalahgunakan. ”Jika berbohong pun akan dibuktikan dalam persidangan,” ujarnya.

Namun, bila hasilnya menunjukkan gangguan kepribadian seperti emosional, anti norma, moral, pemarah, maka tidak masuk ke dalam Pasal 44 KUHP. Dalam pasal itu dijelaskan, pengidap gangguan jiwa tak dapat mempertanggungjawabkan semua tindakannya. Bila pelaku masih memiliki kesadaran saat melakukan dan menyadari hukuman yang akan diterima, maka akan tetap dijerat dengan pidana sebagai hukuman atas perbuatan yang dilakukan.

”Perlu diketahui pula sejauh mana kesadaran pelaku sebelum melaksanakan pembunuhan. Benarkah karena halusinasi atau memang sudah terjadi perencanaan,” jelas Iva.



Pos terkait