Melalui konsultasi publik ini diharapkan semua pihak bisa bersama-sama merumuskan agar ketika terjadi suatu permasalahan sekecil apapun itu bisa diatasi dan ada dasar hukum yang jelas untuk penanganannya sampai selesai.
”Mudah-mudahan dengan konsultasi publik ini yang dihadiri banyak pihak bisa memberikan masukan dan saran untuk melengkapi penyusunan perda tersebut,” ujarnya.
Kegiatan ini juga mendapatkan dukungan dari Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Tengah Agustiar Sabran melalui perwakilannya Jhon Retei Alfri Sandi, DAD Kalteng menyampaikan apresiasi atas inisiatif Pemerintah Kabupaten Kotim.
”Ranperda ini menyentuh akar persoalan sosial di masyarakat kita. Ini bukan hanya soal hukum, tapi soal keberpihakan dan keseriusan pemerintah menciptakan perdamaian dan keadilan sosial yang hakiki,” ujarnya.
Menurutnya, penyusunan Ranperda harus menyerap kearifan lokal dan prinsip-prinsip budaya Dayak, termasuk falsafah Huma Betang, sebagai pijakan utama dalam menyelesaikan konflik.
Jhon menyoroti bahwa konflik sosial yang terjadi di Kalimantan Tengah banyak berkaitan dengan persoalan lahan antara masyarakat adat dan perusahaan besar swasta (PBS).
Oleh karena itu, Ranperda ini diharapkan dapat mengakomodasi peran peradilan adat, seperti yang telah diatur dalam Perda Kalteng No. 16/2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak, Perda No. 5/2011 tentang Pengelolaan Kebun Berkelanjutan, Pergub Kalteng No. 42/2014 tentang Penanganan Konflik Usaha Perkebunan dan Peraturan DAD No. 1/2015 tentang Pedoman Peradilan Adat Dayak.
”DAD siap memberikan masukan dan pengalaman lapangan yang kami miliki, agar Ranperda ini benar-benar menjadi model penyelesaian konflik sosial berbasis kultural dan keadilan restoratif,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kotim, Sanggul Lumban Gaol dalam laporannya menyampaikan bahwa penyusunan Ranperda ini telah melewati proses panjang sejak 2024.
”Kami sudah melaksanakan 11 kali rapat, dengan tiga kali pada 2024 dan delapan kali pada 2025. Selain itu, Ranperda ini telah dua kali direvisi oleh Bagian Hukum Sekretariat Daerah,” ujar Sanggul.