Pengadilan Putus Bersalah Produsen Obat Sirop Anak Penyebab Gagal Ginjal Akut

Korban GGAPA hanya Dapat Santunan Rp 60 juta

ilustrasi sidang
ilustrasi

JAKARTA, radarsampit.com – Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat telah menetapkan PT Afi Farma dan CV Samudera Chemical bersalah dalam kasus gagal ginjal akut pada anak (GGAPA).

Selain itu mereka wajib membayar denda Rp50 juta pada ahli waris anak dan Rp60 juta pada anak yang sudah sembuh atau masih menjalani perawatan. Namun Kuasa Hukum Korban GGAPA Reza Zia Ulhaq menilai ini tidak belum adil.

Bacaan Lainnya

Senin (26/8/2024) Reza menyatakan putusan tersebut belum sesuai dengan keinginan para penggugat dan korban GGAPA. Dia menyebut ada beberapa persoalan yang menjadi kerisauan mereka.

Reza menyebut majelis hakim gagal dalam menerapkan hukum acara gugatan kelompok atau class action, putusan seharusnya berlaku dan mengikat terhadap seluruh korban GGAPA.

Dia membeberkan menurut data yang dimiliki oleh Kementerian Kesehatan jumlah korban GGAPA mencapai 326 orang.

”Namun didalam Putusan Majelis Hakim menganulir fakta tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah korban yang disebutkan di dalam putusan hanya sebanyak 24 orang, yakni hanya para perwakilan kelompok yang menggugat,” ungkapnya.

Baca Juga :  Menunggu Keberanian KPK Selesaikan Dugaan Gratifikasi Kaesang

Menurutnya jika mengacu kepada Perma Nomor 1 Tahun 2002 seharusnya putusan yang dibuat oleh Majelis Hakim tersebut berlaku dan mengikat kepada seluruh korban GGAPA. Baik yang meninggal dunia maupun yang masih dirawat. Kecuali korban yang membuat pernyataan keluar dari gugatan kelompok.

Di dalam putusan 771/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst majelis hakim menggunakan istilah santunan terhadap kewajiban yang harus dilaksanakan oleh PT Afi Farma dan CV Samudera Chemical kepada para korban.

”Istilah santunan tersebut tidak dikenal didalam doktrin maupun hukum acara gugatan Class Action,” katanya. JustruPeraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2002 menggunakan istilah ganti rugi.

”Sejak awal gugatan kami meminta adanya ganti rugi sebagai bentuk pertanggungjawaban atas tindakan kelalaian dan kelasahan yang dilakukan oleh penggugat,” katanya.

Menurut Reza ganti rugi bukanlah suatu tindakan kedermawanan melainkan upaya paksa terakhir karena tidak ada pengakuan kekalalaian dalam melakukan produksi dan distribusi obat.



Pos terkait