Radarsampit.com – Perjalanan dinas yang digelontor dengan anggaran besar dinilai rawan manipulasi. Akan tetapi, modus merugikan keuangan negara itu tak diusut secara serius hingga menyeret pelakunya.
”Perjalanan dinas memang rentan, karena di situ memang mudah mendapatkan uang dengan tindakan manipulasi, fiktif, dan lain sebagainya. Modus ini tidaklah asing lagi. Banyak yang sudah terjadi di berbagai daerah di Indonesia,” kata Muhammad Gumarang, pengamat politik dan kebijakan publik di Kotim, Selasa (19/9/2023).
Dia mengungkapkan, di Kotim sebenarnya sudah pernah terjadi serangkaian tindakan penyelidikan terhadap terduga pelaku perjalanan dinas fiktif. Namun, penanganannya menguap di pertengahan jalan.
Gumarang memahami mengapa anggaran perjalanan dinas selalu jadi bancakan. Pasalnya, terbuka ruang manipulasi dalam pelaksanaan anggaran tersebut. Dalam artian, merupakan cara instan memperoleh sejumlah uang tanpa harus melalui proses kegiatan.
”Kalau SPPD (surat perintah perjalanan dinas) yang dilaksanakan tidak masalah. Misalnya, dinas empat hari, dilaksanakan empat hari, itu tidak masalah. Yang jadi masalah, di perintah dinasnya empat hari, tetapi dilaksanakan satu hari saja. Nah, tiga harinya dianggap sebagai tindakan manipulatif dan melawan hukum,” kata Gumarang.
Dia melanjutkan, ketika tertuang dalam surat perjalanan tersebut selama empat hari, namun dilaksanakan hanya sehari, selanjutnya kembali ke kota asal dan dilaporkan kegiatannya empat hari, hal itu jelas menyalahi.
”Artinya tidak sesuai dengan suratnya. Kenapa yang harusnya empat hari jadi dilaksanakan satu hari? Sementara negara membayarnya empat hari. Artinya, di situ ada niat dan tindakan melawan hukum,” katanya.
Gumarang melanjutkan, manipulasi perjalanan dinas bukanlah hal yang sulit. Apalagi hanya dibuktikan dengan foto dokumentasi, tiket, dan lain sebagainya.
”Sayangnya SPPD fikfif belum sampai ke tersangkanya di Kotim dan soal SPPD ini sejatinya sudah menjadi perhatian khusus, karena informasinya soal SPPD di Kotim ini tidak hanya di lembaga DPRD, tetapi juga SKPD sudah seakan-akan menjadi ladang baru untuk mengeruk keuntungan pribadi dengan melanggar hukum,” katanya.