Perjuangan Angelia Susanto dan Ibu Lain yang Anaknya Bertahun-tahun Diculik Mantan Suami

penculikan anak
Angelia Susanto hadir dalam sidang pembacaan putusan atas gugatan lima ibu yang memperjuangkan hak usai anak kandungnya diambil paksa mantan suami, Kamis (26/9/2024). Namun MK pun menolak seluruhnya permohonan kelima ibu tersebut. FOTO : FEDRIK TARIGAN/ JAWA POS

Sayangnya, upaya mengenakan pasal itu selalu kandas. Penyebabnya, kepolisian menolak memasukkan perbuatan mantan suami sebagai penculikan karena dilakukan ayah kandung.

Karena itu, Angel mengajukan gugatan uji materi Pasal 330 Ayat (1) KUHP ke Mahkamah Konstitusi (MK). Selain dia, ada empat ibu lain yang bernasib serupa: Aelyn Hakim, Shelvia, Nur, dan Roshan Kaish Sadaranggani.

Bacaan Lainnya

Aelyn kehilangan anaknya sejak 15 Agustus 2020. Shelvia sejak 7 September 2022. Nur juga kehilangan buah hati pada 2022, tapi bulan Desember. Sedangkan Roshan tak pernah lagi melihat anaknya sejak 24 Januari 2021. Semua dilakukan para mantan suami. Ada yang diculik, ada yang dijemput paksa.

Pasal 330 mengatur, barang siapa dengan sengaja mengambil anak dari pihak yang diputus berhak atas hak asuhnya akan dipidana penjara paling lama tujuh tahun. Angel meminta agar frasa ’’barang siapa’’ ditafsirkan tanpa terkecuali untuk ’’ayah dan ibu”.

Baca Juga :  WOW!!! Dua Destinasi Wisata Kalteng Ini Puncaki Klasemen API Award

Sebab, selama ini pihak kepolisian kerap kali tidak menindaklanjuti aduan jika yang menculik adalah ayah kandungnya. Meski menolak petitumnya, MK dalam pertimbangan hukum putusan 140/PUU-XXI/2023 secara substansi memberikan jalan terang bagi ibu-ibu dengan nasib seperti Angel.

MK menolak karena menganggap bukan normanya yang salah, melainkan implementasi oleh aparat yang keliru.

Dalam pertimbangan hukumnya, MK menegaskan, ibu atau ayah yang melakukan pengambilan paksa anak dapat dianggap sebagai tindak pidana.

Sebab, frasa ’’barang siapa’’ dalam Pasal 330 KUHP sudah bersifat umum. Mencakup semua orang, termasuk ayah atau ibu kandung anak.

Dalam hal ini, kata hakim MK Arief Hidayat, sepanjang perbuatan tersebut memenuhi unsur pidana, pengambilan paksa oleh ayah atau ibu termasuk dalam Pasal 330 Ayat (1) KUHP.

’’Harus terdapat bukti bahwa kehendak untuk mengambil anak tanpa seizin orang tua pemegang hak asuh benar-benar datang dari pelaku,’’ imbuhnya.

Karena itu, seharusnya tidak ada keraguan bagi penegak hukum, khususnya penyidik Polri, menerima setiap laporan berkenaan dengan penerapan Pasal 330 Ayat (1) KUHP. Sebab, unsur barang siapa secara otomatis termasuk orang tua kandung.



Pos terkait