”Luasan itu yang diajukan untuk hak guna usaha (HGU). Terhadap sisanya 700 hektare, sedang berproses untuk mendapatkan rekomendasi dari KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Red),” kata Rody.
Berkaitan dengan keterlanjuran tanam oleh pihak perusahaan dalam kawasan hutan, jelasnya, bisa diselamatkan dari proses hukum pidana. Hal itu mengacu skema penyelesaian melalui Undang-Undang Cipta Kerja.
”Berkaitan dengan keterlanjuran menanan dalam kawasan hutan itu, perusahaan akan dikenakan denda. Saya hitung sekitar Rp 94 miliar,” katanya.
Selain itu, lanjut Rody, PT MJSP diwajibkan memberikan 20 persen dari areal yang sudah dilakukan pelepasan kawasan, yakni dari 1.600 hektare areal menjadi plasma kepada masyarakat sekitarnya. Pemkab Kotim akan menuntut pemenuhan kewajiban tersebut kepada manajemen PT MJSP.
”Solusi untuk masyarakat sekitar, PT MJSP itu ada gabungan kelompok tani (gapoktan). Kalau dikelola dengan benar, masyarakat di sana akan sejahtera. Ada lahan 3.000 hektare. Kemudian untuk PT MJSP memastikan 20 persen dari arealnya wajib untuk masyarakat. Jaminan untuk itu adalah pemerintah daerah,” tandasnya. (ang/ign)