Praktik Sertifikat Aspal dan Jalur Titipan Masih Ditemui saat PPDB

ilustrasi ppdb
Ilustrasi PPDB. (jawapos.com)

JAKARTA, radarsampit.com – Ombudsman RI (ORI) masih menemukan sejumlah masalah terkait pelaksanaan PPDB 2024/2025 di sejumlah daerah. Beberapa di antaranya masalah klasik.

Jual beli sertifikat prestasi dan adanya jalur titipan. Beberapa daerah juga dinilai tak paham dengan kebijakan zonasi dari pemerintah pusat.

Bacaan Lainnya

Anggota Ombudsman RI Indraza Marzuki Rais saat ini pihaknya sedang mengumpulkan hasil rekap terkait permasalahan PPDB ini. Dari beberapa pelaporan yang masuk, memang ditemukan sejumlah masalah.

Salah satunya saat Ombudsman melakukan inisiatif pemerikan di Palembang Sumatera Selatan (Sumsel).

“Masalahnya terkait penerimaan di jalur prestasi,” terang kepada Jawa Pos kemarin.

Ada anak yang nilainya lebih tinggi tidak diterima, tapi nilai lebih rendah diterima. Dari laporan satu dua calon murid kemudian berkembang. Ada 900 anak yang “dimainkan” dalam jalur itu.

Dari laporan pemeriksaan inisiatif itu, Ombudsman ternyata juga menemukan praktik jual beli sertifikat aspal, alias asli tapi palsu. Sertifikatnya asli, tapi bukan sesuai kemampuan sisanya. Jual beli itu melibatkan oknum KONI di sana.

Baca Juga :  Melihat di Balik Layar Kantor Berita Korea Selatan Memberitakan Korea Utara

Permasalahan itu, saat ini sudah ditangani oleh Pj Gubernur Sumsel dan Dispendik. Dari sana, mereka yang terlempar lewat praktik curang ini beberapa sudah diterima ke sekolah.  Masalah ini akan menjadi catatan penting ORI.

Masalah lain ada di jalur afirmasi. Laporan yang diterima ORI sementara, ada praktik jalur Program Indonesia Pintar (PIP) dana aspriasi anggota legislatif.

Temuan ini banyak dan menjadi masalah di berbagai daerah.  Lantaran si anak yang masuk jalur titipan ini ternyata tak tercatat dalam program PIP Kemendikbud. Yang biasanya penerima program ini adalah mereka yang berasal dari keluarga PKH.

Pemberian PIP dana aspirasi ini diduga erat kaitannya dengan masalah merawat konstituen bagi anggota legislatif di daerah untuk menambah dan mempertahankan suaranya. “Ini menjadi masalah yang sulit diterima dan dikeluhkan oleh instansi pendidikan,” kata Indra.

Selain dua masalah itu, Indra juga melihat di daerah ada yang belum memahami mengenai sistem zonasi. Yang diatur dalam Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) Nomor 47/M/2023. Di mana, daerah diminta untuk membuat kawasan zona.



Pos terkait