Dengan berpegang pada dua hal ini, harusnya pemerintah pusat maupun daerah paham kebutuhan apa saja yang diperlukan untuk masing-masing daerah tersebut.
Namun, karena melihat kasus ini terus berulang selama 7 tahun terakhir, maka dia menilai bahwa tujuan PPDB zonasi belum betul-betul tercapai. Itu baru kuantitas.
Belum lagi ketika membahas mengenai kualitas. Nyatanya, kualitas sekolah-sekolah negeri masih belum merata hingga kini. Masih ada kecenderungan pemilihan sekolah-sekolah yang dinilai favorit atau unggul.
Padahal, sekolah negeri sumber pendanaannya sama, bangunan bahkan kurikulumnya pun sama.
”PPDB zonasi itu tujuannya bagus. Tapi dalam implementasinya masih jauh dari harapan,” katanya.
Kendati demikian, bukan berarti kebijakan ini tak memiliki sisi positif sama sekali. Menurutnya, ada peningkatan akses pendidikan bagi anak-anak yang tidak mampu dan disabilitas untuk bisa bersekolah di sekolah negeri berkat PPDB zonasi.
”Bayangkan kalau sekolah negeri itu hanya diisi oleh misalnya orang-orang kaya atau orang-orang mampu yang jarak rumahnya jauh dari sekolah tersebut. Sementara itu, anak-anak yang miskin yang rumahnya dekat dengan sekolah secara zona malah tidak diterima karena prestasinya rendah dan lainnya. Nah ini kan justru makin diskriminatif pada anak,” pungkasnya. (elo/mia)