Masih belum bisa diukur seberapa efektif makan bergizi gratis mampu mengatasi malnutrisi dan tengkes, seperti tujuan awal program berbiaya Rp 71 triliun itu.
Yang justru sudah pasti: ratusan anak-anak telah menjadi korban keracunan. Butuh evaluasi total dan transparan, terutama soal standar keamanan pangan.
ZALZILATUL HIKMIA-FERLYNDA PUTRI, Jakarta
MASIH ingat dengan penggalan iklan produk yang diperuntukkan buat para buyung dan upik sekian tahun silam? ”Buat anak kok coba-coba…”
Setelah total ratusan anak, dari Sukoharjo, Jawa Tengah, sampai Cianjur, Jawa Barat; mulai Nunukan Selatan, Kalimantan Utara, hingga Bombana, Sulawesi Tenggara; menjadi korban keracunan makan bergizi gratis (MBG), negara benar-benar harus dijewer telinganya.
Untuk anak-anak, persiapan, pengawasan, dan eksekusi sebuah program berbiaya total Rp 71 triliun itu harus dipastikan tak boleh ada kompromi sedikit pun.
Bagaimana bisa terbentuk kebiasaan anak-anak mengonsumsi makanan bergizi seimbang, sebagai salah satu tujuan MBG yang selama ini digembar-gemborkan, kalau yang bersemayam di benak mereka justru trauma?
Di dua insiden keracunan massal terbaru di Cianjur dan Bombana, para murid bercerita bagaimana bau menyengat sudah mampir ke hidung mereka sebelum sajian disantap.
Bahkan ketika hanya sedikit saja menu tersebut disantap, tubuh langsung menolak: mual, pusing, muntah. Parahnya lagi, dari mulai diluncurkan 6 Januari lalu, sampai akhir April ini, nyaris tak ada bulan yang berlalu tanpa diwarnai insiden keracunan anak-anak sekolah penerima MBG.
Sampai saat ini belum ada data yang bisa dirujuk apa benar MBG efektif mengatasi malnutrisi dan tengkes seperti yang jadi tujuan semula. Data yang justru bisa diukur dan tak bisa dibantah: ratusan anak telah menjadi korban.
Standar Belum Optimal
Badan Gizi Nasional (BGN) selaku lembaga yang bertanggung jawab dalam MBG berjanji melakukan evaluasi menyeluruh terkait pelaksanaan program tersebut.
”Kami segera meninjau dan mengevaluasi SOP (standard operating procedure alias standar prosedur operasional) yang berlaku di setiap unit Satuan Pelaksana Program Gizi (SPPG) untuk memastikan bahwa standar kualitas dipatuhi dengan baik,” kata Kepala BGN Dadan Hindayana.