Program Makan Bergizi Gratis dan Minus-minusnya

Standar Keamanan Masih Kacau, Keracunan Makanan Terus Berulang

Keracunan MBG
KERACUNAN: Sejumlah siswa MAN I Cianjur, Jawa Barat mendapat perawatan di rumah sakit setelah mengalami keracunan usai menyantap menu program Makan Bergizi Gratis. ANTARA/AHMAD FIKRI

Analisis Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), salah satu penyebab utama terjadinya keracunan adalah belum optimalnya implementasi standar keamanan pangan seperti Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP) dalam pelaksanaan MBG. HACCP adalah sistem manajemen risiko yang mengatur keamanan pangan di setiap fase, mulai dari proses produksi hingga distribusi makanan.

”Penerapan standar keamanan pangan yang belum optimal, ditambah dengan kekurangan pengaturan keamanan pangan dalam petunjuk teknis, menjadi catatan penting yang harus segera ditangani oleh Badan Gizi Nasional,” ucap Founder dan CEO CISDI Diah S. Saminarsih.

Bacaan Lainnya

Masih kacaunya standar keamanan MBG ini bisa dilihat dalam soal food tray. Saat berkunjung ke Cianjur pada Rabu (23/4) lalu, Dadan sempat menyebut keracunan di MAN 1 Cianjur karena food tray-nya dari plastik. Kalau dari stainless steel, lanjutnya, selama ini tak pernah terjadi kejadian serupa.

Baca Juga :  Inilah Daftar Sekolah yang Menerapkan Makan Bergizi Gratis di Kotim untuk Tahap Awal

Tapi, keesokan harinya, temuan awal Polres Cianjur menunjukkan, food stray di SMP PGRI 1, sekolah lain yang puluhan siswanya juga keracunan, ternyata dari stainless steel. Katakanlah benar yang dari stainless steel lebih aman, kenapa standar itu tak dijaga dengan ketat? Padahal, SPPG yang melayani MBG di kedua sekolah tersebut sama.

Manajemen Risiko

Sebenarnya, sebelum keracunan massal di Cianjur dan Bombana, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sudah pernah mengadukan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang nakal kepada BGN.

SPPG yang tidak patuh dengan ketentuan standar gizi, tempat penyajian makanan yang masih menggunakan bahan plastik, sampai makanan yang disajikan kering.

”Termasuk soal tidak adanya evaluasi dan tindak lanjut dari SPPG untuk anak-anak yang tidak suka nasi dan sayur,” tutur Komisaris KPAI Aris Adi Leksono kepada Jawa Pos kemarin.

Desakan evaluasi serupa juga disampaikan Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri. Dia memberi contoh yang terjadi di SDN Proyonanggan 5, Batang, Jawa Tengah, pada 14 April. Ketika itu, sebanyak 60 siswa mual dan sakit perut setelah menyantap mie yang jadi salah satu menu MBG.



Pos terkait