Prokes Warisan Nenek Moyang Tekan Angka Penularan

Prokes Warisan Nenek Moyang Tekan Angka Penularan
RITUAL TOLAK BALA: Bupati dan unsur Muspida memegang perahu berisi sesajen sebelum dilarutkan ke Sungai Lamandau sebagai simbol larutnya wabah Covid-19. (DOK.RADAR SAMPIT)

NANGA BULIK – Kegiatan adat tolak bala atau Balalayah yang digelar di seluruh wilayah Kabupaten Lamandau secara serentak pada bulan Juli lalu atau saat kasus Covid-19 sedang berada di puncak penularannya telah terbukti efektif menekan angka penularan. “Lockdown” kearifan lokal Lamandau  tersebut berhasil.

Cara yang dipilih Pemkab Lamandau dengan mengolaborasikan nilai-nilai kearifan lokal “Warisan Nenek Moyang” dan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 ini dinilai sebagai suatu kejelian dalam melawan wabah. Serta dinilai sebagai salah satu bentuk ikhtiar yang dianggap efektif dalam memperjuangkan kesehatan masyarakat berbasis kebudayaan di era adaptasi kebiasaan baru.

Selama 12 jam seluruh wilayah Kabupaten Lamandau sunyi senyap mirip perayaan Nyepi di Bali. Sejak pukul 06.00-18.00 WIB semua aktivitas di luar rumah ditiadakan. Jalanan lengang, hanya mobil patroli polisi, ambulans, dan petugas penanganan Covid-19 saja yang melintas sesekali. Rumah-rumah warga tertutup rapat, warung dan pertokoan tutup.

“Baru kali ini Kota Nanga Bulik benar-benar seperti kota mati. Lockdown kearifan lokalnya berhasil. Seandainya bisa 1-2 minggu seperti ini se Indonesia, korona lenyap,” ungkap Ria salah seorang wargamenceritakan kondisi waktu itu.

Jalan-jalan masuk perkampungan juga ditutup dengan berbagai media, adapula yang secara adat ditutup dengan tali sakat pamali. Salah satu mantir adat dari Desa Bumi Aging, Edi Hermanto mengatakan bahwa tali sakat pamali tersebut dipasang sejak pukul 05.30 WIB.

Baca Juga :  WFH Diperpanjang, ASN di Seruyan Diminta Tetap Berikan Pelayanan Prima

“Dipasang oleh mantir adat dan disaksikan oleh Ketua BPD dan Kades, dipasang di dua tempat antara masuk keluar desa di wilayah alun-alun dan perbatasan dengan Desa Arga Mulya,” ujar Edi Hermanto.

Ia juga menuturkan bahwa tata cara adat pemasangan tali tersebut yakni dengan memasang tali dari rotan, memasang daun sansabak, tepung tawar, beras kuning, mandau tuak, rokok sebatang, penginangan sehilipan serta ayam untuk diambil sedikit darahnya.

Selanjutnya ada doa atau kata adat dari Mantir Adat, memohon izin kepada penguasa alam yang ada di tempat tersebut. Yakni meminta kelancaran dan doa agar masyarakat terbebas dari segala sakit penyakit, dibebaskan dari korona, rejeki dalam berusaha, sukses dalam karir dan lainnya. “Fungsinya untuk menandai bahwa tidak boleh ada yang melewati tali tersebut, terkecuali atas hal mendesak, seperti tadi ada ibu nya meninggal di kampung, petugas medis,petugas keamanan, petugas PLN,” bebernya.



Pos terkait