PT WYKI Dituding Langgar Status Quo, Perusahaan Sebut Belum Sepakat

Perkebunan kelapa sawit PT Wana Yasa Kahuripan Indonesia (Makin Grup) dituding melanggar kesepakatan
PERLAWANAN WARGA: Warga Desa Patai yang marah akibat tindakan PT Wana Yasa Kahuripan Indonesia (WYKI) memanen kelapa sawit, membuat situasi memanas dan nyaris terjadi baku hantam di kantor perusahaan, Rabu (3/11) lalu. (IST/RADAR SAMPIT)

SAMPIT – Perkebunan kelapa sawit PT Wana Yasa Kahuripan Indonesia (Makin Grup) dituding melanggar kesepakatan dengan pemilik izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan (IUPHKm) Koperasi Cempaga Perkasa. Sejak disepakati lahan itu berstatus quo atau tidak boleh ada aktivitas, perusahaan justru melakukan panen sejak Kamis (18/11) di areal seluas 700 hektare tersebut.

Penanggung jawab IUPHKm Koperasi Cempaga Perkasa Suparman mengaku kecewa dengan pihak perusahaan yang melanggar hasil mediasi di Polres Kotim pekan sebelumnya. ”Kami minta kepolisian memproses permasalahan ini. Kami yang pegang izin saja taat dan patuh dengan hasil mediasi itu,” tegasnya.

Bacaan Lainnya

Suparman meminta Polres Kotim segera memasang garis polisi di areal itu. Apalagi selama ini pihak perusahaan diduga bekerja secara ilegal. ”Kami minta agar sama-sama taat dengan hasil mediasi, ini perusahaan yang malah melanggar,” tegasnya.

Baca Juga :  DUH!!! Hasil Seleksi Tenaga Kontrak Kotim Penuh Kejanggalan

Sementara itu, bagian HRD PT WYKI Ari menolak berkomentar terkait hal tersebut. Dia beralasan pimpinannya tidak berada di tempat. Asisten kebun Sabar Nego saat memantau panen mengaku mengetahui kesepakatan antara perusahaan dengan koperasi.

Akan tetapi, dia beralasan pihaknya hanya menjalankan perintah atasan, sehingga panen dilakukan di areal tersebut. ”Kami hanya menjalankan perintah atasan kami saja,” ujarnya. Menurut Sabar, panen dilakukan sejak Kamis pagi hingga sore seluas sekitar 180 hektare.

Dihubungi terpisah, Manajer Humas PT WYKI Hendryan Keremata mengatakan, status quo baru ”akan” disepakati. Pihaknya belum menyatakan bersepakat, sehingga aktivitas masih dilakukan.

”Barang (buah sawit) itu mudah busuk, kalau aktivitas dihentikan, bagaimana kami menafkahi (membiayai) ratusan anggota koperasi,” kata Hendryan.

Hendryan menegaskan, pihaknya masih menunggu keputusan KLHK dan belum menyatakan bersepakat dengan Koperasi Cempaga Perkara sebagai pemilik IUPHKm.

”Mohon maaf, kami belum menyatakan bersepakat sebelum ada keputusan dari KLHK. Kita tunggu saja, karena perusahaan tidak bisa membuat kesepakatan sebelum ada keputusan KLHK,” ujarnya.



Pos terkait