Puskesmas Jadi Ujung Tombak Kesehatan Reproduksi

Komnas Perempuan Optimis Alat Kontrasepsi Tidak Dibagi Cuma-Cuma

boks
PELAYANAN KESEHATAN: Bupati Kotim Halikinnor saat meninjau kegiatan Posyandu Serentak di sejumlah kecamatan, beberapa waktu lalu. (DOK.YUNI PRATIWI/RADAR SAMPIT)

Rencana untuk menyediakan alat kontrasepsi seperti yang diatur oleh Pasal 103 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024, masih harus ditunjang aturan teknis. Namun, Kementerian Kesehatan telah sedikit membocorkan rencananya.

Pasal 103 ini merupakan salah satu upaya untuk menunjang kesehatan reproduksi pada remaja. Sebab dalam upaya kesehatan reproduksi remaja, ada beberapa tahap yang diatur (lihat grafis). Sehingga tidak langsung menyediakan alat kontrasepsi.

Bacaan Lainnya

Plt Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi, Rabu (7/ 8/2024) menyatakan nantinya ada peran tenaga kesehatan. “Kalau penyediaan alat kontrasepsi itu Puskesmas. Sementara konseling dan edukasi melalui UKS,” bebernya saat dihubungi Jawa Pos.

Memang secara teknis belum pasti. Sebab menunggu peraturan teknis seperti peraturan menteri kesehatan. “Jadi puskesmas bisa ke sekolah atau bisa melatih guru-guru,” kata Nadia.

Sementara itu Kepal BKKBN Hasto Wardoyo juga menunggu aturan dari Kemenkes. BKKBN merupakan salah satu lembaga yang menyosialisasikan program keluarga berencana yang salah satunya terkait alat kontrasepsi.

Baca Juga :  Pria Ini Meninggal sebelum Santap Makanan Pesanannya

”Saya kira kalau Kemenkes bilang untuk yang sudah menikah ya juta ikuti begitu,” ujarnya. Dia menceritakan jika selama ini BKKBN menyediakan alat kontrasepsi untuk pasutri maupun pasangan usia subur.

Sementara itu, Wakil Presiden Ma’ruf Amin merespon polemik alat kontrasepsi untuk remaja. Dia mengamati belakangan kerap sebuah kebijakan baru, menimbulkan kontroversi. “Saya sarankan supaya mendengar,” katanya.

Soal polemik alat kontrasepsi untuk remaja atau pelajar itu, Ma’ruf mengatakan instansi terkait untuk berkonsultasi dengan pihak terkait. Seperti dari unsur lembaga keagamaan.

“Jangan dilihat dari aspek kesehatannya saja. Tapi juga aspek keagamaannya,” kata dia.

Menurut Ma’ruf jika sebuah kebijakan memunculkan perbedaan persepsi, konflik atau silang pendapat, malah menjadi kontraproduktif. Khususnya dalam tataran implementasinya.

”Jadi saya minta itu nanti didalami, dirundingkan dan didengarkan (masukan lembaga keagamaan),” kata mantan Ketua Umum MUI itu. Sehingga nanti pada saat pelaksanaan, tidak terjadi benturan atau polemik.



Pos terkait